beritaenam.com, Jakarta – Pidato politik Komandan Kogasma Partai Demokrat (PD) Agus Harimurti Yudhoyono yang berisi rekomendasi presiden mendatang tidak menunjukkan keberpihakannya untuk pasangan calon yang diusung PD di Pilpres 2019, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
AHY dinilai ingin bermain di tengah, langkah yang pada Pilpres 2014 dilakukan oleh sang ayah yang juga ketum PD, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Secara implisit menunjukkan Demokrat ingin mengambil posisi di tengah, tidak terlalu terlarut pertarungan antara Prabowo dan Jokowi yang emosional,” ungkap pengamat politik Yunarto Wijaya dalam perbincangan, Sabtu (2/3/2019).
Dari pidato AHY yang disampaikan Jumat (1/3) malam, AHY disebut lebih menonjolkan keberhasilan SBY selama 10 tahun memimpin Indonesia. Padahal bila berbicara soal koalisi, AHY seharusnya lebih banyak memberikan masukan bagi pasangan yang diusung Demokrat.
“Ingin memblow up keberhasilan SBY, bukan bicara mengenai Prabowo, jadi lucu kemarin, harusnya kalau ada ide-ide untuk presiden mendatang dan masukan harusnya kan mereka berikan untuk Prabowo-Sandi sebagai materi kampanye, sebagai bahan debat,” kata Yunarto.
Melihat apa yang digarisbawahi AHY dalam pidatonya, itu dinilai sebagai posisi yang ingin berada di tengah pertarungan. Yunarto mengatakan hal tersebut realistis bagi Demokrat yang tidak memiliki kader dalam pertarungan pilpres.
“Ketika mereka tidak melakukan itu terlihat sekali mereka mengambil posisi lebih di tengah. Mungkin menyadari juga survei Prabowo-Sandi tidak menunjukkan di atas angin, kecuali Prabowo-Sandi ada di atas angin, mungkin akan berbeda. Bukan masuk ke pertarungan besar Prabowo vs Jokowi,” sebutnya.
“Ini pilihan realistis, di kalimat pertama pidato AHY kemarin bahwa Demokrat menyadari tidak ada kadernya yang ikut dalam pilpres. Positioningnya itu mereka bukan pemain pertama dalam pilpres,” imbuh Yunarto.
Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia ini, AHY ingin menunjukkan Demokrat tak ingin menjadi follower Prabowo-Sandiaga di Pilpres. Demokrat disebut Yunarto lebih ingin menunjukkan nilai-nilai yang diperjuangkan untuk masyarakat.
“Demokrat juga berharap ada pendukung Jokowi yang dukung PD. Ini strategi yang realistis. PD jadi tidak realistis kalau membabi buta mendukung Prabowo Sandi. SBY sejak awal sudah bilang PD akan fokus ke Pileg karena mereka tak punya kader di pilpres,” tuturnya.
Yunarto mengatakan, PD menyadari tidak akan mendapat coctail effect atau efek ekor jas dari pencalonan Prabowo-Sandi. Efek ekor jas adalah pengaruh tingkat keterpilihan partai yang didapatkan partai politik dari capres atau cawapres yang diusung.
“Demokrat mungkin baru nomor empat setelah PAN,” kata Yunarto.
Soal apakah langkah AHY etis atau tidak etis terhadap koalisi dan pasangan yang diusungnya dalam Pilpres, ia mengatakan langkah Demokrat dilakukan untuk menyelamatkan partai mengingat dari pencalonan Prabowo-Sandi, partai berlambang Mercy itu tak akan mendapat banyak keuntungan.
“Nggak ada etis atau nggak etis. Kecuali kalau dia menyatakan dukungan ke Jokowi. Buat Demokrat pilpres sekunder, premiernya di pileg melalui caleg-caleg,” urainya.
Pidato AHY kali ini juga disebut ingin menjawab kebingungan masyarakat soal kepemimpinan di Demokrat. Ini mengingat karena SBY saat ini sedang fokus menemani sang istri, Ani Yudhoyono yang tengah pengobatan sakit kanker darahnya.
“Seperti ingin menunjukkan tongkat estafet yang diberikan ke AHY, sehingga tidak ada image Demokrat kehilangan nakhoda,” ucap Yunarto, seperti dilansir dari detik.com
Seperti diketahui, pidato AHY semalam mengambil tema ‘Rekomendasi Partai Demokrat untuk Presiden Indonesia Mendatang’. Namun AHY tidak menyebut rekomendasi itu ditujukan untuk Prabowo, capres yang diusung Demokrat di Pilpres 2019.
“Presiden hasil Pemilu tahun 2019, Presiden yang diharapkan bisa terus melakukan perubahan dan kemajuan yang nyata bagi kehidupan rakyat. Partai Demokrat berpendapat bahwa hakikat pembangunan adalah kesinambungan dan perubahan. Continuity and change. Yang sudah baik lanjutkan, yang belum baik perbaiki,” ungkap AHY.