Beritaenam.com, Jakarta – Berdasarkan survei pencapresan, pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin unggul sekitar 20% di atas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Selisih keunggulan sebesar 20% dinilai masih belum aman untuk sang petahana.
“Hati-hati, mengingat selisih elektabilitas tinggal 20%. Apalagi keunggulan berdasarkan survei Populi Center hanya 56,3%,” kata pakar politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, Jumat (26/10/2018).
Direktur Eksekutif Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) ini menilai Jokowi perlu lebih berhati-hati dalam bertutur kata.
Dia menyoroti komunikasi politik Jokowi akhir-akhir ini, yakni penggunaan kata ‘sontoloyo’. Kritik Jokowi terhadap sikap politikus yang tidak dia setujui dengan kata ‘sontoloyo’ dinilai keluar terlalu dini.
“Politik sontoloyo ini kan waktu itu konteksnya pada saat Pak Jokowi mengkritisi politisi yang mengkritik Dana Kelurahan, tapi dikeluarkan Jokowi terlalu cepat, karena oposisi juga menyetujui Dana Kelurahan itu walaupun mengkritisi,” kata Hendri.
Hendri menilai, rencana kebijakan Dana Kelurahan itu adalah rencana yang populis. Semua orang bakal suka dengan Dana Kelurahan, termasuk kaum oposisi bahkan juga bisa suka dengan kebijakan itu. Namun menurutnya Jokowi terlalu terburu-buru dalam menyatakan kritikannya.
“Seharusnya Pak Jokowi menunggu dulu dan tidak terlalu cepat bereaksi,” tutur Hendri.
“Pak Jokowi ini memang komunikasi politiknya agak ceroboh beberapa bulan terakhir. Jarang sekali bicara seperti ini di awal pemerintahan,” imbuhnya.
Kecerobohan itu bisa berakibat fatal, yakni menurut Hendri, menurunnya elektabilitas Jokowi. Maka petahana perlu mengubah gaya komunikasinya, caranya yakni sampaikan saja hasil-hasil kerja selama masa pemerintahannya.
Seiring jalannya aktivitas petahana dan cawapres KH Ma’ruf Amin, pihak Prabowo-Sandi juga terus bergerak menarik simpati calon pemilih.
“Pak Prabowo kan sekarang sudah menggeliat, berusaha menyesuaikan zaman, kostum diganti, komunikasi politiknya juga demikian,” kata dia.
Ada pula Sandiaga yang memakai jurus ‘politainment’ alias politik bercampur konten hiburan. Ini bisa dilihat dari pernyataan Sandiaga semacam ‘tempe setipis ATM’, Sandiaga memakai petai sebagai rambut, atau gelagat-gelagat komikal lainnya. Ini bisa mendongkrak popularitas dia.
“Kalau Pak Jokowi komunikasi politiknya seperti ini, yang nyerempet bahaya blunder dengan kata-kata sontoloyo, politik kebohongan, dan lain-lain, sementara Pak Prabowo mengandalkan Sandiaga Uno, kemungkinan pada Februari atau Maret, Prabowo-Sandiaga bisa meraih elektabilitas 50%,” tutur Hendri.
Sebelumnya, survei Litbang Kompas dan Populi Center mengunggulkan elektabilitas Joko Widodo-Ma’ruf Amin ketimbang pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno jelang Pilpres 2019. Elektabilitas kedua pasangan itu terpaut sekitar 20%.
Survei Litbang Kompas memaparkan hasil elektabilitas Jokowi-Ma’ruf Amin 52,6% dan Prabowo-Sandiaga 32,7%. Adapun Populi Center merilis hasil elektabilitas Jokowi-Ma’ruf 56,3% dan Prabowo-Sandiaga memperoleh 30,9%.
Sumber: detik.com