Beritaenam.com — Meninggalnya Sapardi langsung menjadi trending topik Twitter Indonesia pada Minggu pagi ini. Warganet mengenang karya-karya puisi Sapardi yang begitu melegenda.
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono adalah seorang pujangga berkebangsaan Indonesia terkemuka. Ia kerap dipanggil dengan singkatan namanya, SDD.
Innalillahi wa innailaihi roji’un: Penyair Sapardi Djoko Damono wafat.
Lahir di Solo pada 20 Maret 1940, Sapardi Djoko Damono dikenal sebagai salah seorang penyair besar di Indonesia. Penggunaan kata-kata yang sederhana dan penggambaran alam menjadi ciri dari karya-karya yang dibuatnya.
Selain puisi, guru besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) ini juga membuat cerita pendek, menerjemahkan karya penulis asing, esai, dan sejumlah artikel di surat kabar.
Sapardi Djoko Damono juga sudah menulis puluhan buku dan karya tulis. “Hujan Bulan Juni” adalah salah satu karyanya yang paling terkenal.
“Hujan Bulan Juni” awalnya lahir sebagai puisi pada 1989 yang beberapa kali beralih wahana menjadi lagu, cergam, novel, buku mewarnai sampai film layar lebar yang tayang pada November 2018.
Berdasarkan bedah Puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono, makna puisi itu lebih banyak berkaitan dengan ketabahan dan kesabaran sebuah kasih sayang.
Pada larik kata “Tidak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni,” Sapardi menggambarkan hujan sebagai kasih sayang.
Sedangkan melalui kata itu, dia ingin menggambarkan soal ketabahan atau kesabaran dari hujan tidak turun ke bumi pada Bulan Juni.
Dalam kalender tahunan, Juni pada umumnya digambarkan sudah masuk musim kemarau sehingga mustahil hujan turun di bulan itu, sehingga mengandung makna tentang ketabahan, kesabaran seseorang untuk tidak menyampaikan sayang dan rindunya pada orang yang dicintainya.
Sedangkan, larik “Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni” digunakan Sapardi untuk menggambarkan bahwa dia mampu dengan ketabahannya menahan tidak menyampaikan sayang juga rindunya.
Sementara larik, “Dihapusnya jejak jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu” menggambarkan Sapardi ingin menghapus keraguan, prasangka jelek yang hinggap di hatinya dalam menanti orang yang dicintainya
Ada pun, pada larik “Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni” Sapardi ingin menggambarkan dia pandai menyimpan, menyembunyikan rasa sayangnya, rindunya pada orang yang dia cintai.
Dari hujan bulan Juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu.
Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu.
#RestInPeace Pak Sapardi.”