beritaenam.com, Jakarta – Skandal prostitusi online yang dilakoni duo mucikari berinisial ES dan TN dan melibatkan 45 artis serta 100 model kenamaan Indonesia, tengah menjadi perbincangan publik.
Kasus ini terbongkar setelah aparat Polda Jawa Timur menggerebek hotel bintang lima di Kota Surabaya, Sabtu (5/1) akhir pekan lalu, dan mendapati dua artis tengah melayani tamunya.
Kedua artis yang menjadi korban tersebut, VA dan AS, merupakan PSK di bawah naungan ES dan TN.
Bisnis prostitusi terbilang menggiurkan di dunia. Bahkan, dalam penelitian Havocscope—lembaga peneliti aktivitas ilegal dan pasar gelap dunia—total perputaran uang dari bisnis prostitusi di seluruh dunia per tahun mencapai USD 186 Miliar atau setara Rp 2.627 Triliun.
Untuk diketahui, hasil penelitian tersebut telah dibukukan dengan judul Prostitution: Prices and Statistics of the Global Sex Trade, tahun 2015.
“Perkiraan pendapatan dan perputaran uang dari bisnis prostitusi itu kami dapatkan dari berbagai sumber, seperti program kesehatan masyarakat, inisiatif penegakan hukum dan program peradilan pidana lainnya, serta laporan media,” kata Havocscope dalam buku tersebut.
Pada buku itu, juga disebutkan perputaran uang dari bisnis prostitusi di Indonesia terbilang besar bila dibandingkan dengan negara-negara lain.
Pendapatan dari bisnis prostitusi di Indonesia tercatat sebesar USD 2,25 miliar atau setara Rp 32 triliun per tahun. Dengan pendapatan sebesar itu, Indonesia berada di peringkat 13 dari 24 negara yang terdata.
Cina tercatat sebagai negara terbesar dalam perputaran uang di bisnis prostitusi, diikuti Spanyol, Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat, sebagai lima besar.
Pendapatan dari bisnis prostitusi di Indonesia tersebut, juga lebih besar daripada bisnis PSK yang dilegalkan di Belanda. Perputaran uang dari bisnis PSK di Belanda hanya mencapai USD 800 juta per tahun.
Terkait data tersebut, Psikolog Bertha Sekunda mengatakan sudah banyak penelitian yang dilakukan terhadap prostitusi.
Dirinya lantas merumuskan tiga hal yang memengaruhi seseorang nekat memasuki dunia prostitusi—baik sebagai penjual jasa maupun pembeli—yakni kontrol diri, norma, dan gaya hidup.
“Kalau karakter seseorang itu, misalnya dia bisa mengontrol diri, kalau ada sesuatu yang dijual, dia enggak akan beli jika tidak penting, walaupun mungkin sebenarnya dia mampu,” kata Bertha, dikutip dari HiMedik.
“Yang kedua, norma, sebenarnya sama ya seperti kontrol diri, tapi ini saya pisahkan. Norma ini penting dalam kehidupan sosial,” tambahnya lagi.
Faktor ketiga adalah gaya hidup. Bertha mengatakan seseorang dengan kebutuhan finansial yang besar untuk menunjang gaya hidup mewah misalnya, bisa saja tertarik untuk melakukan prostitusi online.