beritaenam.com, Jakarta – Polri menyebut ada keterlibatan preman yang sehari-hari beraktivitas di daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat, dalam peristiwa kerusuhan yang berlangsung selama dua hari, sejak 21 hingga 22 Mei 2019. Para preman mendapat bayaran Rp 300 ribu perhari untuk ikut-ikutan menciptakan kekacauan.
“(Asal perusuh) Jawa barat, Banten, baru sisanya itu betul preman Tanah Abang. Preman tanah Abang ya, dibayar. Rp 300 ribu perhari, sekali datang, dikasih duit,” ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (23/5/2019).
Dedi menerangkan pernyataannya didasari keterangan para perusuh yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), para perusuh mengaku menerima uang sebagai imbalannya.
“Dari hasil pemeriksaannya juga, para tersangka tersebut mengakui bahwa uang yang diterimanya tersebut sebagai imbalan untuk melakukan aksi yang rusuh. Mendompleng atau menyusup kepada pendemo yang awalnya seharusnya berlangsung damai dan tertib,” kata Dedi.
Dedi menjelaskan kehadiran para perusuh bayaran mempengaruhi psikologi massa sehingga massa pendemo ikut-ikutan melakukan penyerangan ke aparat.
“Karena mereka masuk menyusup dan melakukan provokasi berupa pelemparan, penyerangan, perusakan, pembakaran secara masif oleh kelompok tersebut, akhirnya massa sesuai dengan psikologi massa terpengaruh. Crowd itu terpengaruh oleh provokasi-provokasi para pelaku tersebut,” tutur Dedi.
Sebelumnya Menko Polhukam Wiranto, menegaskan pelaku kerusuhan adalah preman bayaran. Wiranto mengungkapkan berdasarkan hasil investigasi, kekacauan sengaja dibuat agar masyarakat benci terhadap pemerintah.
“Yang membuat kekacauan adalah preman-preman yang dibayar, bertato,” kata Wiranto kepada wartawan di Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Utara, Rabu (22/5).