beritaenam.com, Jakarta – Guru Besar Ilmu Komputer Profesor Marsudi Wahyu Kisworo menilai, Robot Ikhlas ciptaan Hairul Anas Suaidi, pakar IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo – Sandiaga, cenderung menyesatkkan publik.
Menurut Profesor Marsudi, Robot Ikhlas yang diklaim bisa memantau Situng KPU tersebut bukanlah karya fenomenal bagi masyarakat IT.
Profesor Marsudi mengakui, ia tidak terkesan dengan karya yang dibanggakan oleh alumni Fakultas Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung itu. Profesor Marsudi justru menilai hasil harya Hairul Anas dapat menyesatkan publik.
“Terus terang saja, hasil karya Hairul Anas Suaidi itu biasa saja dan cenderung menyesatkan publik,” kata Profesor Marsudi seperti dikutip dari blog pribadi miliknya, Jumat (17/5/2019).
Profesor Marsudi menjelaskan, Situng KPU memang dibuat secara terbuka dan transparan, sehingga proses pengunduhan data per jam, menit, hingga real time sekali pun akan mudah dilakukan.
Menurutnya, robot yang diklaim dapat memantau kerja Situng KPU tersebut bukanlah sebuah karya yang menggemparkan.
Sebab, mahasiswa yang semester agak tinggi pun bisa melakukan salinan database Situng KPU secara mudah.
“Sehingga dapat saya katakan di sini bahwa Robot yang katanya dapat memantau Situng KPU bukanlah sebuah karya yang fenomenal bagi masyarakat IT. Tidak perlu menjadi seorang pakar untuk membuat aplikasi seperti itu,” ungkap Profesor Marsudi.
Profesor Marsudi menjelaskan, meskipun robot ikhlas tersebut diklaim dapat menemukan ribuan kecurangan, walau Situng KPU diretas, diacak-acak hingga dihancurkan sekali pun, maka tidak akan berpengaruh terhadap penghitungan suara.
Pasalnya, Situng KPU hanya dijadikan sebagai media informasi bagi publik untuk memantau hasil penghitungan suara di tingkat TPS. Apabila terjadi manipulasi, maka form C1 yang diunggah di Situng bisa menjadi referensi.
Namun, Situng KPU bukanlah acuan akhir penghitungan suara. Penghitungan suara manual secara berjenjanglah yang menentunagn penghitungan suara akhir.
Banyak pihak yang meminta agar Situng KPU ditutup saja lantaran dinilai tak berguna atau disebut mubazir.
Melansir suara.com, anggapan tersebut ditolak oleh Profesor Marsudi. Sebab, menghentikan Situng sama dengan menutup akses partisipasi dan kontrol publik terhadap penghitungan suara manual berjenjang.
“Biarkan saja Situng berjalan seperti sekarang, tidak usah diributkan apalagi oleh pakar IT abal-abal, karena jika pakar yang benar-benar pakar, dengan penelitian dan karya-karya yang mendunia, pasti tahu bahwa Situng KPU tidak digunakan sebagai alat penghitungan suara yang sah, tetapi hanya alat kontrol saja, yang sah adalah sistem penghitungan suara manual berjenjang,” tandasnya.
Hingga berita ini diunggah, Suara.com sudah mencoba menghubungi Profesor Marsudi untuk konfirmasi lebih lanjut. Namun, kami masih belum mendapatkan respons.