beritaenam.com, Jakarta – Meningkatkan produksi film, ternyata masih kurang dibarengi pelayanan perijinan yang baik oleh pemangku kepentingan di berbagai daerah. Sehingga sering terjadi tumpang tindih perihal perjininan pembuatan film di daerah yang mulia tumbuh pesat.
Untuk menyatukan sinergitas pemangku kepentingan di pusat dan daerah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar Rapat Koordinasi Pengembangan Perfilman Tahun 2019, di Bogor 13-15 Maret.
“Buatlah agenda atau rencana aksi yang akan dilakukan tahun ini antara para pemangku kepentingan perfilman dan Pusbangfilm untuk meningkatkan kualitas dan layanan pengembangan perfilman. Ini inti dari penyelenggaraan Rakor tahun ini,” ujar Kepala Pusat Pengembangan Perfilman (Kapusbangfilm) Kemendikbud Dr. Maman Wijaya, saat membuka Rapat Koordinasi Pengembangan Perfilman Tahun 2019, di Bogor, Kamis (14/3).
Maman menghimbau para peserta rapat koordinasi untuk saling bertukar pikiran guna menambah pengetahuan yang nantinya dapat diimplementasikan di daerah masing-masing.
“Terkadang kita merasa daerah kita paling bagus dalam pengembangan perfilman, padahal daerah lain masih lebih bagus lagi. Di sini saatnya kita dapat saling berbagi ilmu dan pengalaman dalam pengembangan perfilman,” ungkap Maman.
“Setelah penyelenggaraan Rakor ini saya berharap pelayanan dalam pengembangan perfilman bisa cepat dan tidak rumit, sehingga dapat meningkatkan produksi film nasional. Tahun 2018 sudah terdapat 148 produksi film yang beredar,” terang Maman.
Tidak hanya jumlah produksi film yang meningkat setiap tahunnya, tetapi jumlah penonton selama 5 tahun terakhir juga semakin meningkat.
“Dari 32 juta penonton pada tahun sebelumnya, pada tahun 2018 meningkat sekitar 48 juta penonton,” jelas Maman.
Maman berharap melalui rapat koordinasi Pengembangan Perfilman ini dapat meningkatkan sinergisitas program dan pembinaan perfilman antara Kemendikbud dengan pemangku kepentingan perfilman; meningkatkan kualitas perfilman yang berdaya saing dan memiliki konten nilai-nilai budaya dan kearifan lokal serta pembangunan karakter bangsa, serta; meningkatkan kualitas layanan perizinan kegiatan dan usaha perfilman.
“Film harus menjadi media inspiratif dan media literasi, sehingga program pembelajaran menjadi lebih efektif. Dengan itu, diharapkan banyak guru dan siswa yang memiliki kreatifitas dan kemampuan untuk memanfaatkan film sebagai sarana mewujudkan prestasi,” pungkas Maman.
Sementara itu, Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Kapustekkom), Kemendikbud, Gogot Suharwoto, mengemukakan bahwa Pustekkom telah memproduksi sebanyak 12 film sejak tahun 2012 hingga 2018.
“Tahun 2018 Pustekkom memproduksi dua film yakni film ‘Aku dan Hari Esok’, dan film ‘Langkah yang Tersisa’. Kami siap bekerja sama dengan insan perfilman,” jelasnya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, Dedi Taufik, pada kesempatan yang sama, membagikan strategi yang digunakan daerahnya dalam pengembangan perfilman.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, kata dia, memiliki enam strategi, yakni, penyelenggaraan acara (event) perfilman dengan bentuk festival film; fasilitasi bioskop alternatif; penyediaan sarana gedung ruang publik; fasilitasi media alternatif, dan; pelayanan dalam mempermudah insan perfilman memproduksi film.
Pada rapat koordinasi Pengembangan Perfilman tahun 2019 yang berlangsung pada tanggal 13–15 Maret 2019, terdapat enam pokok pembahasan, yakni (1) penyelamatan film media seluloid, (2) peningkatan kualitas SDM perfilman, (3) kajian dan pendataan perfilman, (4) regulasi dan layanan perizinan perfilman, (5) fasilitasi pengembangan perfilman, dan (6) peningkatan apresiasi perfilman Indonesia.
Sementara Jimmy Haryanto dari kalangan pengusaha bioskop mengeluhkan tingginya pajak tontonan di berbagai daerah.
“Kita pengusaha bioskop merasa kalau pajak tontonan jadi bahan Bancakan oleh oknum di berbagai daerah. Ini salah satu yang menghambat pertumbuhan gedung bioskop di daerah,” tegas Jimmy Haryanto usai menjadi narasumber pada rakor tersebut. (Boeyil)