Site icon Beritaenam.com

RUU Migas Perlu Tuntas

Ramai dibicarakan oleh sejumlah akademisi, praktisi dan pengamat energi. Bahwa Revisi undang-undang Migas yang harus segera dituntaskan. Tak lain, demi kepastian investasi hulu migas di Indonesia.

Demikian hasil Forum Group Discusion (FGD) di kampus Unair Surabaya, yang menghadirkan pengamat Migas. FGD yang dibuka oleh Rektor UNAIR Prof. Dr. Mohammad Nasih, Jumat, (30/4).

Tampak memberi pandangan ,antan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo, M. Kholid Syerazi Sekjen PP ISNU, Dekan Fakultas Hukum Unair Iman Prihandono dan Pengamat Energi Indria Wahyuni.

Rektor Universitas Airlangga Surabaya Prof Mohammad Nasih

Sekjen PP Ikatan Sarjana Nahdlatul ulama, Kholid Syerazi mengatakan UU Migas yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah “kebobolan” Undang-undang dalam pengelolaan kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak.

“Revisi Migas harus segera dilakukan dengan tetap mengacu pada keputusan MK tahun 2012, yaitu harus dikelola oleh Badan Usaha Khusus Milik Negara,” ungkapnya.

Agar revisi UU Migas dapat dituntaskan, Kholid Syerazi mengusulkan agar inisiasi revisi UU Migas diambil alih oleh Pemerintah.

Kholid juga mengusulkan agar SKK Migas ditetapkan diubah bentuknya dan ditetapkan sebagai BUMN.

“Namun ada tantangan jika SKK Migas menjadi BUMN yang mengelola hulu migas yaitu bagaimana modalnya? Karena ini juga nantinya konsep _participating interest_ (PI) 10% akan dilakukan oleh BUMNK ini,” ujar Kholid.

Selain itu bahwa UU Ciptaker subsektor Migas belum menunjukan upaya memberikan kepastian.

Di penutup, Kholid mengusulkan bahwa mengurus migas tidak cukup modal semangat nasionalisme saja.

“Harus ada 3 (tiga) kombinasi yaitu peran negara yang kuat, iklim investasi yang investor friendly dan keterlibatan masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, pengamat energi Indria Wahyuni menyoroti belum adanya lembaga permanen yang mengelola hulu migas pasca putusan Mahkamah Konstitusi mengakibatknya tidak adanya kepastian usaha bagi investor.

Realitas selama sembilan tahun berjalannya lembaga sementara maka masih berkutat pada conflict of norms.

Padahal, ada komisi pengawas yang didalamnya terdapat menteri sampai Kapolri. “Namun ini tidak menyelesaikan masalah,”ungkap pengamat energi Indria Wahyuni.

 

 

 

Exit mobile version