beritaenam.com, Jakarta – Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Arsul Sani, merespons kritik Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto (BW). Menurut Arsul, kritik BW soal Mahkamah Konstitusi (MK) ‘kalkulator’ tak tepat ditujukan ke MK.
“Pak BW harusnya bilang ke DPR selaku pembentuk Undang-undang. Termasuk kepada empat fraksi yang ada di koalisi 02 itu lo,” kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa, 28 Mei 2019.
Menurutnya, terlambat jika BW mengkritisi hal itu sekarang. Sebab aturan mengenai MK telah diteken bersama, yakni UU Nomor 7 Tahun 2017.
Dalam regulasi itu, MK memiliki kewenangan melakukan koreksi terhadap hasil rekapitulasi pemilihan umum, atau yang disebut BW sebagai ‘kalkulator’.
Arsul lantas mengingatkan, dalam pembahasan RUU Pemilu, ada Panitia Khusus yang dibentuk. Di situ, terdapat perwakilan dari partai-partai yang sekarang tergabung di koalisi Adil dan Makmur merujuk paslon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Ia menilai tudingan BW ke MK merupakan narasi yang salah. Seharusnya, mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu berkoordinasi terlebih dahulu dengan rekan di BPN.
“Harusnya tanya dulu ‘mengapa engkau teman-teman dari tiga fraksi dulu merumuskannya seperti ini’ gitu dong,” tandas Arsul, seperti dikutip dari medcom.id
Ketua Tim Hukum sengketa pemilu BPN, Bambang Widjodjanto, sebelumnya menjelaskan permohonan di MK. Menurutnya gugatan itu diajukan untuk membuktikan adanya kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) pada Pemilu 2019.
“Kami mencoba merumuskan apa benar terjadi satu tindakan kecurangan yang bisa dikualifikasi sebagai TSM. Ada berbagai argumen di situ dan bukti pendukung untuk menjelaskan hal itu,” kata Bambang di Gedung MK, Jakarta, Jumat, 24 Mei 2019.
BW, sapaan Bambang, meminta MK menangani perkara ini dengan prinsip beyond the law. Dia mengatakan MK harus memutus perkara ini dengan berpijak pada kedaulatan rakyat.
Pemilu, lanjut dia, bukan hanya harus berprinsip pada azas langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber). Melainkan juga harus memperhatikan prinsip jujur dan adil (jurdil).
“Kami mencoba mendorong MK bukan sekadar Mahkamah kalkulator yang numerik, tapi memeriksa betapa kecurangan begitu dahsyat,” ujarnya.