Beritaenam.com — Dewan Pers sedang memfasilitasi rumuskan UKW virtual menghadapi Covid-19 yang belum jelas akan berakhirnya.
Meski tidak semua 27 lembaga uji mengikuti zoom meet, namun pemaparan sudah dilakukan. PWI belum memutuskan menerima atau menolak UKW virtual.
Komisi Kompetensi baru melakukan daftar inventarisasi masalah (DIM) UKW tatap muka dan yang mungkin terjadi saat virtual.
Kecurangan UKW tatap muka antara lain adalah, peserta uji menyerahkan bukti unjuk kerja yang dibuat orang lain. Biasanya pada saat antre cetak unjuk kerja.
Kecurangan itu dapat ditutup pada UKW virtual sepanjang durasi yang diberikan on time dan tidak terjadi gangguan tehnis, misalnya membuat dua rencana liputan 35 menit
Koneksi internet dan aliran listrik PLN, merupakan syarat tehnis yang bergantung pada pihak lain. Bila salah satu ini terjadi penyusupan pada kasus tatap muka terulang.
Uji kompetensi virtual merupakan standar nasional bila diputuskan maka harus dapat dilakukan di mana pun dalam wilayah NKRI,
Bila tehnis tersebut tak bermasalah, pertanyaan berikutnya aplikasi apa yang akan digunakan selama sembilan jam. Zoom Meeting, Google Meet atau yang lainnya.
Kuota peserta uji menurut sejumlah kajian setidaknya butuhkan 6 GB sampai 12 GB, tergantung provider dan aplikasi yang digunakan.
Apakah aplikasi yang digunakan gratisan dengan durasi maksimal 40 menit atau zoom meeting berbayar dengan tarif 15 dolar untuk 24 jam dan 100 partisipan.
Jadi UKW virtual itu mungkin sepanjang ini dipenuhi ;
1. Jaringan internet atau koneksi stabil di atas 10 Mbps pada lokasi UKW.
2. Peserta uji berada pada satu lokasi tertentu yang aliran listrik dibackup dengan diesel.
3. Peserta uji menyiapkan kuota antara 6 GB sampai 12 GB. Bila gunakan Wi-Fi bersama harus ada jaminan tidak done saat pengujian.
4. Aplikasi berbayar per kelompok uji satu IP.
5. Ada tim pengawas dari lembaga uji pusat di lokasi uji membuat berita acara pengujian.
6. Unjuk kerja modul UKW Dewan Pers disesuaikan / revisi untuk virtual, durasi ujian ketat / on time.
7. Dewan Pers harus tegas apabila kemudian hari ditemukan kecurangan untuk membatalkan sertifikat uji yang telah dikeluarkan.
***
Penulis adalah Staf Pengajar/ Dosen di STIH (IBLAM) Institute of Business Law and Legal Management. Jakarta, Dosen/Staf Pengajar di MM Communication Trisakti University dan Staf Pengajar/ Dosen di Iisip Jakarta. Pernah bekerja di: jurnalist dan Persatuan Wartawan Indonesia Cabang DKI Jakarta.