Site icon Beritaenam.com

Vaksinasi Corona 3.000 Hari

Menkes Budi Gunadi Sadikin blak-blakan. “Saya ogah data nasional Kemenkes. Kalau dipakai, vaksinasi Corona selesai 3.000 hari, atau delapan tahun (plus 91 hari),” katanya di diskusi ‘Vaksin dan Kita’ ditayangkan Youtube, Jumat (22/1/21). Sedangkan, Presiden Jokowi menugaskan, selesai setahun. Parah amat. Jarang, menteri mengungkap ancur-ancuran data begini. Data nasional, loh…

 

Menteri model begini, dibutuhkan Indonesia. Menteri pendobrak. Sebab, selama ini pejabat tinggi negara kita suka main ‘poles’ data (juga kinerja mereka). Data dipoles mengkilap. Seolah-olah semuanya beres.

Setidaknya, Menkes Budi mengungkap fakta. Kenyataan tentang bidang tugasnya. Yang diemban sejak tiga pekan lalu. Tanpa mencela orang lain. Meskipun  untuk itu, ia mungkin dimusuhi banyak orang.

“Pelaksanaan vaksinasi Corona, kami gunakan data milik KPU (Komisi Pemilihan Umum). Bukan data Kemenkes,” ujar Budi. Alasannya, data KPU lebih valid. Sudah digunakan di Pilkada serentak.

Budi bukan asal omong. Ia sudah coba data nasional Kemenkes. Menurutnya, saat ia pakai data Kemenkes, menyiapkan lokasi penyuntikan vaksinasi, ternyata jeblok. Banyak fasilitas kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit, tidak detail tercatat.

Misal: “Di data itu (milik Kemenkes) disebutkan, secara agregat dibilang cukup. Jumlah  puskemas, dan rumah sakit, cukup untuk menyuntik vaksin. Bahkan, disebutkan: Tidak perlu melibatkan RS swasta. Cukup RS pemerintah saja,” tuturnya.

Budi lantas menganalisis. Ini vaksinasi Corona nasional. Tersebar di 514 kabupaten dan kota. Termasuk di pelosok-pelosok, di wilayah terpencil. Hasil analisis: “Itu 60 persen nggak cukup,” ujarnya. Berarti hanya bisa terwujud sekitar 40 persen. Kalau mengikuti petunjuk itu.

Penjelasannya: “Kalau itu diterapkan di Bandung, misalnya, bisa. Jumlah RS dan puskesmas banyak. Fasilitas, ada. Nah… kalau di Puncak Jaya, Papua. Di Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, kagak mungkin,” tuturnya.

Vaksin tidak asal disuntikkan. Butuh tempat penyimpanan, suhu sangat dingin. Tempat steril. Proses pengiriman, standar. Supaya vaksin tidak rusak. Kalau rusak dan disuntikkan, ambyar…

Maka: “Saya kapok pakai data Kemenkes. Gak percaya. Nantinya, vaksinasi Corona melibatkan RS swasta,” tegasnya. Maka, bisa dibayangkan, bagaimana proses Kemenkes menyusun data itu, dulu.

Menyimak kondisi itu, membuat kita ketir-ketir. Sudah bukan lagi soal hoaks ‘vaksin haram’ atau ‘disisipi chips’, atau kebohongan lain.

Bukan itu lagi. Soal hoaks pasti ditangani Polri secara tegas. Tapi, soal proses vaksinasi ini, ‘mngetirkan’. Belum lagi soal kedatangan 426 juta dosis vaksin (total kebutuhan Indonesia) dari luar negeri. Padahal, warga dunia kini berebut vaksin.

Budi memastikan, yang sudah confirm kini 325 juta dosis. Sinovac, Novavax, Astrazeneca, Pfizer, GAVI (afiliasi dengan badan kesehatan dunia WHO). Vaksin Merah Putih hasil pengembangan LBM Eijkman.

Ia memberi target, vaksinasi nasional selesai 15 bulan. Dibagi tiga tahap: Pengadaan, distribusi, penyuntikan.

Tidak mungkin 12 bulan, seperti target Presiden Jokowi. Dihitung dari saat vaksinasi pertama Presiden Jokowi dan rombongan itu, termasuk dengan Raffi Ahmad. Pun, jika pasokan vaksin tepat waktu.

Tugas Menkes ini berat. Budi mikir keras. Antara lain, jumlah RS pemerintah, RS TNI dan Polri total sekitar 500.

Ditambah dengan RS swasta, jadi sekitar 3.000 RS. Kalau mengandalkan ini semua, vaksinasi akan memakan waktu sekitar 1.000 hari, bukan lagi 3.000 hari (karena sudah melibatkan RS swasta). Artinya, memakan waktu sekitar tiga tahun. Keburu, lebih banyak yang mati akibat Corona.

Maka, dilakukan terobosan. Di daerah-daerah bakal dilakukan vaksinasi massal. “Kita datang ke stadion, kita datang ke sekolah, gedung pertemuan, untuk melakukan injeksi vaksinasi massal ke beberapa daerah-daerah,” terangnya. Kayak sunatan massal.

Vaksinasi bakal digelar 4 tahap. Prioritas vaksinasi, domisili Indonesia berusia 18 tahun ke atas. Sedangkan usia 18 tahun ke bawah, akan divaksin jika persediaan cukup.

Tahap 1, pelaksanaan Januari-April 2021. Sasaran: Tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang, serta mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran yang bekerja pada Fasilitas pelayanan kesehatan.

Tahap 2, pelaksanaan Januari-April 2021. Sasaran:

a. Petugas pelayanan publik yaitu Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik lainnya.

Yang meliputi petugas di bandara/pelabuhan/stasiun, terminal, perbankan, perusahaan listrik negara, dan perusahaan daerah air minum, serta petugas lain yang terlibat secara langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat.

b. Kelompok usia lanjut (≥ 60 tahun).

Tahap 3, April 2021-Maret 2022. Sasaran: Masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi.

Tahap 4, April 2021-Maret 2022. Sasaran: Masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya dengan pendekatan kluster sesuai ketersediaan vaksin. (*)

 

Djono W. Oesman mengawali karir sebagai Wartawan. Bakatnya menulis sudah terlihat sejak di bangku Sekolah Menengah Pertama. Saat kuliah, dia pernah menjuarai lomba penulisan cerpen di Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya pada tahun 1981.

Exit mobile version