Jakarta – Direktur Eksekutif Human Studies Institute, Rasminto, menegaskan pentingnya penguatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) panitia pengawas pemilu. Hal ini disampaikannya saat menjadi pembicara pada acara peningkatan kapasitas SDM Pengawas Pemilu dalam Pengawasan Pilkada 2024 yang diselenggarakan oleh Bawaslu Kota Jakarta Barat di Mercure Batavia Hotel, Tambora.
“Sangat penting ya, pelatihan teknis seperti ini lebih gencar dilaksanakan oleh Bawaslu untuk meningkatkan kapasitas panitia pengawas pemilu mengingat masalah masyarakat urban yang kompleks,” ujarnya.
Menurut Rasminto, pelatihan teknis ini tidak hanya meningkatkan kapasitas panitia pengawas pemilu, tetapi juga menjadi momentum evaluasi. “Provinsi DKI Jakarta jadi barometer kota-kota lainnya. Apapun yang terjadi, terutama dalam konteks kepemiluan, pasti jadi sorotan publik. Contohnya, pileg-pilpres 2024 dan Pilkada Jakarta 2017 yang menyisakan banyak dinamika,” tuturnya.
Ia mengingatkan kembali persoalan krusial yang terjadi pada Pilkada Jakarta 2017, yakni data daftar pemilih tetap (DPT) invalid sebanyak 1,2 juta. “Namun, respon dan koordinasi yang baik dari Bawaslu, KPU, dan Disdukcapil mampu memitigasi persoalan ini,” jelas Rasminto.
Rasminto juga menyoroti laporan dan temuan pelanggaran pemilu 2024 yang menjadi refleksi bagi Bawaslu. Dari data yang ada, ditemukan bahwa tingkat pelanggaran di Provinsi dan Kota Jakarta masih rendah dibandingkan jumlah wilayah. “Temuan teregistrasi ada 5, laporan teregistrasi sebanyak 38, dan tidak teregistrasi 16 di tingkat Provinsi dan kota. Sementara di tingkat Kota dan Kecamatan, temuan teregistrasi ada 8, laporan teregistrasi 17, dan tidak teregistrasi 12,” paparnya.
Menurut Rasminto, rendahnya laporan dan temuan pelanggaran pemilu menjadi barometer kualitas pengawasan. “Rendahnya laporan dan temuan pelanggaran oleh Bawaslu DKI Jakarta menjadi indikator kualitas pengawasan. Penguatan kapasitas dan koordinasi antar pihak dalam Bawaslu sangat penting,” tegasnya.
Rasminto menduga beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya temuan dan laporan tersebut, salah satunya adalah rendahnya partisipasi publik dalam melaporkan pelanggaran yang mereka saksikan. “Partisipasi publik dalam pemilu sangat vital. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan pelanggaran menunjukkan lemahnya partisipasi publik,” ungkapnya.
Selain itu, Rasminto juga menyoroti kurangnya efektivitas pengawasan oleh Bawaslu. “Pola pengawasan Bawaslu harus lebih efektif dan sensitif terhadap masalah yang terjadi sehingga mampu mendeteksi lebih banyak potensi pelanggaran,” jelasnya.
Sebagai pakar geografi manusia dari Universitas Islam 45 (Unisma), Rasminto menegaskan bahwa panitia pengawas pemilu jangan takut jika laporan hasil pengawasannya (LHP) tidak ditindaklanjuti. “Jangan takut jika LHP tidak ditindaklanjuti. LHP merupakan indikator bahwa proses pengawasan telah dilaksanakan dengan baik. Kualitas LHP perlu ditingkatkan dengan memperhatikan syarat formil dan materil serta mampu mendalilkan sesuai jenis pelanggaran yang terjadi,” tegasnya.
Dengan demikian, Rasminto berharap penguatan kapasitas dan koordinasi yang lebih erat antar pihak di Bawaslu dapat meningkatkan kualitas pengawasan pemilu di masa mendatang.