Beritaenam.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (1/11/2018) memanggil Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan dalam kapasitas sebagai tersangka tindak pidana korupsi.
Kasus Taufik Kurniawan terkait Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Kabupaten Kebumen. KPK pun mengimbau agar politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu kooperatif memenuhi panggilan.
“Kami imbau untuk kooperatif,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Dalam pengembangan kasus itu, KPK juga telah memeriksa tiga saksi untuk tersangka Taufik, yakni Khayub Muhamad Luthfi dari pihak swasta, mantan Sekda Kabupaten Kebumen Adi Pandoyo, dan Bupati Kebumen nonaktif Mohammad Yahya Fuad.
Khayub Muhamad Luthfi dan Adi Pandoyo telah menjadi terpidana dalam kasus di Kebumen itu. Sedangkan Yahya Fuad telah divonis pada Senin (22/10/2018) lalu dengan hukuman empat tahun penjara.
“Beberapa saksi yang sudah jadi terpidana dalam kasus Kebumen sudah diperiksa di Lapas masing-masing sebelumnya pada minggu lalu,” kata Febri.
KPK pada Selasa (30/10/2018) resmi menetapkan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) sebagai tersangka.
Penerimaan hadiah atau janji oleh Taufik Kurniawan terkait perolehan anggaran DAK fisik pada perubahan APBN Tahun Anggaran 2016 untuk alokasi APBD Perubahan Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran 2016. Diduga Taufik Kurniwan menerima sekurang-kurangnya sebesar Rp3,65 miliar.
Dilansir dari Antara, atas perbuatannya tersebut, Taufik Kurniawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.