beritaenam.com, Jakarta – Presiden Jokowi sempat menyindir aktivis reformasi 1998 yang hingga kekinian belum pernah ada yang duduk sebagai menteri kabinetnya.
Jokowi mengatakan, publik sudah 21 thaun merasakan era reformasi, tapi aktivis yang ”membidani” lahirnya masa tersebut kekinian baru sebatas berkiprah sebagai anggota DPR maupun kepala daerah.
“Yang kedua, yang berkaitan dengan aktivis 98, ini adalah pelaku sejarah, memang sebagian besar sudah menjabat Bupati, DPR Wali Kota atau jabatan lain, tapi saya juga mendengar ada yang belum, saya lihat di Menteri belum,” kata Jokowi menghadiri halal bihalal bersama kelompok aktivis reformasi 1998 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Minggu (16/6/2019) sore.
Sontak peserta halal bihalal langsung menyerukan nama politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Adian Napitupulu yang menjadi ketua pelaksana kegiatan halal-bihalal kepada Jokowi.
Meski nama Adian sudah disebut peserta, Jokowi enggan menyebut nama siapa yang akan cocok menjadi Menteri dari aktivis 98.
“Saya tidak ingin menyebut nama dulu, tapi tadi ada yang nyebut Adian Adian, saya tidak ingin menyebut nama, inisial pun saya enggak mau (sebutkan),” ucap Jokowi.
Menurut Jokowi, aktivis 98 sebenarnya berpotensi memangku jabatan di pemerintahan seperti di jabatan BUMN ataupun di Duta Besar dengan melalui proses dan kompetensi yang mumpuni.
“Bisa saja kenapa tidak dengan kemampuan yang ada bisa saja misalnya tidak hanya di Menteri, bisa saja di Duta Besar, bisa saja di BUMN,” tegas Jokowi.
Namanya ‘diusung’ peserta halal bihalal, Adian Napitupulu mengklaim akan menolak kalau ditunjuk Jokowi menjadi menteri sebagai perwakilan dari aktivis reformasi 1998.
Menurutnya, menjabat sebagai menteri akan sangat menguras tenaga. Adian menyebut tak akan menerima tawaran meski ditunjuk langsung oleh Jokowi ataupun ditugaskan partai.
“Enggak kuat. Saya enggak kuat jadi Menteri kalau presidennya Jokowi, capeknya ampun bos,” kata Adian seusai halal-bihalal aktivis 98 bersama Jokowi, seperi dikutip dari suara.com
Caleg PDIP yang kembali lolos ke kursi DPR RI itu menuturkan, penolakan itu bukan berarti tidak menghargai permintaan Jokowi sebagai presiden, namun lebih ke pertimbangan kesehatan.
Seorang menteri Jokowi, kata Adian, harus memiliki kondisi fisik yang prima, sementara dirinya diketahui memiliki riwayat penyakit jantung.
“Untuk menjadi menterinya, Pak Jokowi dia harus memiliki setengah energinya Pak Jokowi. Kalau saya, saya sudah pasang ring jantung lima enggak kuat ngikutin jalannya Jokowi lagi,” ungkap Adian.