beritaenam.com, Jakarta – Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Abdul Kadir Karding, mengajak masyarakat jeli dalam memilih presiden. Publik diminta tak menyerahkan kepemimpinan Indonesia pada seorang yang emosinya tidak stabil.
“Pemimpin yang emosinya tidak stabil seperti itu akan sangat berbahaya saat memegang tampuk kekuasaan negara,” kata Karding di Jakarta, Rabu, 10 April 2019.
Karding merujuk sosok capres nomor urut 02 Prabowo Subianto. Menurut dia, Prabowo semakin menunjukkan karakter emosi yang tak terkontrol. Ini bisa dilihat dari debat keempat saat Prabowo marah kepada penonton.
Emosi Prabowo, kata Karding, juga semakin tak terkendali saat kampanye terbuka. Misalnya, saat kampanye terbuka di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Minggu, 7 April 2019, Prabowo sempat marah kepada salah satu pendukungnya yang terlihat mengobrol saat dia berpidato.
Bukan hanya itu, ucapan Prabowo dinilai tidak terjaga dengan kerap melontarkan kata-kata kasar, seperti ‘ndas mu’.
Puncak dari ketidakstabilan karakter Prabowo, kata Karding, terbongkar saat dia berpidato dengan memukul-mukul podium secara brutal.
Segala fakta itu dianggap bisa membuktikan bagaimana perangai emosinal Prabowo.
“Rakyat akan terancam dan jadi korban dari pemimpin yang emosinya tidak stabil,” kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Menurut Karding, ada sebuah hasil riset menarik dari para ahli psikologi Universitas Indonesia. Hasil survei terhadap psikologi kedua capres menunjukkan kepribadian capres nomor urut 01 Joko Widodo lebih tenang dibanding Prabowo.
Bila diukur dengan angka 1 sampai 10, poin untuk stabilitas emosi Prabowo berada pada angka 5,16. Sedangkan Jokowi 7,60 dalam hal ketenangan dalam menghadapi persoalan yang berat.
Sementara, lanjut dia, tentang sikap otoriter dan demokratis, kemungkinan Jokowi otoriter hanya 13 persen, sedangkan Prabowo 76 persen. Soal demokratis, Jokowi ada di angka 87 persen dan Prabowo 24 persen.
Ukuran analisis psikologis itu diinilai menjadi bukti sahih bagi pemilih agar memilih pemimpin yang stabil.
“Berbahaya sekali apabila bangsa ini diserahkan pada pemimpin yang tidak stabil. Taruhannya adalah nasib 260 juta rakyat yang terancam menjadi korban,” ujar dia, seperti dikutip dari medcom.id
Sebaliknya, Karding menilai Jokowi adalah cermin pemimpin yang punya psikis yang baik. Jokowi mampu bersikap tenang dan tidak mengedepankan emosi saat mengambil keputusan.
Hasilnya, bisa terlihat dengan semakin baiknya iklim bernegara dan demokrasi di Indonesia.
“Jokowi adalah contoh bagaimana seorang pemimpin mampu berpikir jernih. Dia mampu menguasai emosinya. Dan yang terpenting dia adalah pemimpin yang stabil secara psikis,” kata Karding.
Menurutnya, dalam menangani negara besar seperti Indonesia, diperlukan pemimpin yang tenang, tidak otoriter, dan pandai dalam memecahkan masalah.
Pemimpin yang emosional dinilai tidak akan memecahkan masalah, tapi menciptakan masalah lebih besar.