Beritaenam.com — Iseng saya buka foto-foto lama. Saya menemukan foto jadul, waktu saya nyuapin Gus Dur. Maka, ingatan saya segera tertuju pada tokoh kontroversial itu. Dan, saya punya kisah menarik tentang diri saya bersama almarhum.
Saya ini bukan siapa-siapa-nya alm. Abdurahman Wahid (Gus Dur). Tapi, saya pernah mengalami masa-masa yang cukup dekat dengan almarhum.
Itu terjadi beberapa bulan sebelum beliau wafat.
Saya mendadak dipertemukan mantan Presiden RI itu, secara kebetulan, justru pada saat beliau sedang mengalami masa-masa ‘kesepian’.
Waktu itu arah politik sedang menjauh dari beliau. Tokoh-tokoh politik pun banyak yang ikut arah angin., kecuali mereka yang tidak punya pretensi dan kepentingan apa-apa, masih sering bertemu Gus Dur.
Seperti saya, bukan siapa-siapa. politisi juga bukan. Kerabat beliau, apalagi, engga ada potongan.
Saya mengenal beliau dari masih remaja lewat karya-karyanya.
Di kala SMP, saya sudah membaca karya dan tulisan beliau.
Gagasan dan pikiran-pikiran beliau banyak dituangkan dalam kolom atau opini di kompas dan majalah tempo, waktu itu.
Bahkan, saya mengikuti perdebatan kebudayaan yang digagas majalah Tempo di tahun 80-an, di mana alm. Gus Dur adalah salah satu budayawan yang ikut memberikan sumbang saran dan pemikiran tentang kebudayaan.
Hanya sebatas itulah, saya mengenalnya.
Beliau jadi pimpinan organisasi keagamaan terbesar di indonesia (NU), hingga jadi orang no 1 di negeri ini, saya engga pernah membayangkan bakal bisa bertatap muka dengan beliau.
Perkenalan dengan Gus Dur terjadi secara kebetulan semata.
Tapi, biar kebetulan saya sempat menemani beliau dalam beberapa kesempatan, mendengarkan beliau bercerita tentang berbagai persoalan negeri.
Dari membacakan koran pagi hari di kediaman beliau di Ciganjur, sampai mentraktir makan siang, bahkan sempat nyuapin beliau!
Adalah sebuah kehormatan saya bisa ntraktir makan sang tokoh kharismatik ini.
Itu terjadi di sebuah rumah makan di kawasan senayan, suatu siang.
Saya sudah ada di lokasi rumah makan sebelum beliau dan rombongan datang. Saya siapkan makan siang untuk kurang lebih 10 orang.
Gus Dur suka dengan tom yam dan udang bakar. Rombongan Gus Dur tiba. Beliau didampingi sejumlah tokoh dan kyai yang saya tidak hafal, hanya satu dua orang saja yang saya kenal.
Beliau tiba, dan langsung santap makan.
Beliau sempat saya suapin dan kupasin udang bakar kesukaannya. Selesai makan, beliau langsung pergi, karena ada keperluan lain.
Sebagian rombongan ikut beliau, tapi beberapa diantaranya melanjutkan makan siang.
Saya tau, beliau begitu dihormati, sampai-sampai banyak pihak yang ingin cari berkah dari apa yang beliau makan dan minum.
Perkenalan singkat dan mengalir begitu saja.
Setelah acara makan siang, saya pun sudah tidak ketemu lagi.
Beliau juga sibuk keliling pesantren. sampai saya mendengar beliau sakit, saya waktu ada di luar, sampai meninggal, saya tidak sempat takziah.
Saya sedih, karena tidak bisa mengiringi kepergian almarhum yang di makamkan di pondok pesantren di Jombang, Jawa Timur.
Suatu hari saya tiba-tiba ingat almarhum
Malam itu saya ingin sekali ziarah ke makam beliau di Jombang. Waktu itu hari Jumat. Saya berangkat bersama ust Ustadz Imamdan ust. Sarbini (alm).
Kami bertiga ziarah ke makam alm. Sepanjang perjalanan dari bandara Juanda menuju jombang, saya menyaksikan keriuhan masyarakat Jawa Timur.
Apalagi memasuki Jombang, sepanjang perjalanan banyak bus menuju ke lokasi yang sama. Ada kemeriahan, bazar dan pameran digelar.
Saya baru tau, kalau hari itu sedang berlangsung haul setahun meninggalnya alm. Gus Dur.
Demi Allah saya memang engga tau kalau hari itu ada acara haul. Sepertinya ada dorongan batin yang menuntun saya datang ke Jombang, Jawa Timur.
Selesai ziarah, saya balik ke Surabaya, nginap semalam, paginya langsung terbang ke Jakarta.
Habis itu, saya sibuk dengan pekerjaan saya.
Selang dua hari, saya di tilpon seorang teman lama, namanya Jupri Abdullah.
Saya kenal dia sebagai pelukis kaligrafi, saya sempat kehilangan kontak kurang lebih 9 tahun, eh dia tiba-tiba menghubungi saya.
Dia bilang, kalau sedang menggelar pameran lukisan di Ciganjur. Yang bikin saya kaget, dia disuruh menghubungi saya oleh alm. Gus Dur.
Malamnya, dia tidur di masjid Ciganjur, dalam tidurnya dia mimpi ditemui Gus Dur, dan berpesan supaya menghubungi saya.
Paginya dia dirundung gelisah memikirkan mimpinya. Untungnya dia dapat nomor tilpon saya dari salah seorang asisten almarhum.
Demi Allah, ini bener-bener kisah sebenarnya. Dan, saya sempat ceritakan ini ke mas Adhie M Massardi, mantan juru bicara almarhum, melalui sms.
Beliau bilang, kalau itu sudah di luar jangkauan pemikiran dan mata batin. Biarpun pernah dekat almarhum di masa hidupnya.
Dia sendiri mengaku belum pernah mengalami seperti yg saya alami. Katanya, tidak sembarangan orang punya kontak batin seperti itu. Wallahu a’lam bishawab.
klik: Wawancara Panjang Gus Dur
“Saya pernah mengalami masa-masa yang cukup dekat dengan almarhum” — Agi Sugiyanto