Beritaenam.com — Dalam rangka memperingati Hari Internasional Anti Penghilangan Paksa yang jatuh pada 30 Agustus, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) kembali menegaskan pentingnya pengesahan dan ratifikasi Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Langkah ini dianggap krusial untuk memberikan kepastian hukum bagi para korban penghilangan paksa dan keluarganya, serta menghapuskan impunitas bagi para pelaku.
Pentingnya ratifikasi konvensi
Hingga saat ini, kasus penghilangan paksa masih menjadi salah satu dari 13 pelanggaran HAM berat yang tersendat di Kejaksaan Agung. Selama lebih dari tiga dekade, korban dan keluarganya telah menanti kepastian hukum dan pemulihan hak-hak mereka, namun belum ada kemajuan signifikan. Komnas Perempuan mendesak DPR RI untuk segera mempercepat pembahasan RUU yang telah tertunda selama dua tahun ini.
Sebagai lembaga nasional HAM, Komnas Perempuan telah menyampaikan rekomendasi mengenai urgensi pengesahan konvensi ini kepada Kantor Staf Presiden, DPR RI, serta Kementerian Hukum dan HAM sejak tahun 2022 hingga 2024. Namun, hingga kini, rancangan undang-undang tersebut belum juga disahkan.
“Semakin lama tidak disahkan, ini berarti tidak hanya korban yang tak kunjung mendapat kepastian hukum dan hak-hak pemulihannya, tapi juga semakin mengukuhkan impunitas pelaku karena negara abai terhadap hak-hak konstitusional warganya,” kata Mariana Amirrudin, Wakil Ketua Komnas Perempuan.
Kerentanan dan risiko penyiksaan
Korban penghilangan paksa seringkali ditempatkan di lokasi yang tidak diketahui, meningkatkan risiko mereka mengalami penyiksaan, kekerasan seksual, atau bahkan pembunuhan. Hal ini membuat situasi mereka semakin rentan dan mendesak pemerintah untuk segera bertindak.
Menurut Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini, tahun 2024 merupakan momentum penting bagi Pemerintah Indonesia untuk mengesahkan ratifikasi konvensi ini, mengingat tahun ini adalah peringatan 25 tahun pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan.
Perhatian khusus pada perempuan keluarga korban
Komnas Perempuan memberikan perhatian khusus pada situasi perempuan keluarga korban penghilangan paksa yang tidak hanya mengalami dampak psikologis, tetapi juga sosial akibat peran gender mereka. Ketidakpastian tentang nasib anggota keluarga yang dihilangkan seringkali membuat mereka menghadapi stigma dan kesulitan mendapatkan keadilan, yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas hidup mereka.
Peringatan global dan dukungan pemulihan
Di level global, isu penghilangan paksa terus menjadi perhatian, dan peringatan tahun ini juga menekankan pentingnya layanan pemulihan bagi korban dan keluarganya, khususnya perempuan. Komnas Perempuan mendesak negara untuk segera menyediakan layanan kesehatan, rehabilitasi, serta kompensasi bagi para korban.
“Peran serta lebih banyak pihak, termasuk media dan masyarakat, dibutuhkan untuk mengkampanyekan penentangan terhadap penghilangan paksa, demi mencegah keberulangan dan menghapus segala bentuk kekerasan serta diskriminasi terhadap perempuan,” tutup Satyawanti Mashudi, Komisioner Komnas Perempuan.