beritaenam.com – Gokmen Tanis, pria kelahiran Turki yang menjadi tersangka penembakan di Utrecht, Belanda diketahui pernah pergi ke Chechnya untuk bertempur. Saat berada di sana, Tanis ditangkap karena keterlibatan dengan kelompok radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Tanis (37) melepas tembakan di dalam sebuah trem di Utrecht pada Senin (18/3) waktu setempat. Aksi brutalnya itu menewaskan tiga orang dan melukai lima orang lainnya.
Seperti dilaporkan BBC dan dilansir media Turki, Hurriyet Daily News, Selasa (19/3/2019), Tanis pernah pergi ke Chechnya yang ada di Rusia ‘untuk bertempur’. Informasi itu disampaikan seorang pengusaha Turki yang enggan disebut namanya, seperti dikutip BBC.
Sejumlah kelompok jihad, termasuk yang menyatakan sumpah setia dengan ISIS, diketahui beroperasi sejak lama di wilayah tersebut.
“Dia (Tanis-red) pernah ditangkap atas dugaan keterkaitan dengan ISIL (nama lain ISIS) beberapa tahun lalu dan kemudian dibebaskan,” ujar pengusaha Turki yang kini tinggal di Belanda itu. Tidak dijelaskan lebih lanjut berapa lama dia ditahan.
Laporan The Telegraph secara terpisah menyebutkan bahwa Tanis memiliki catatan kriminal sebelumnya. Disebutkan bahwa dia pernah divonis bersalah atas percobaan pembunuhan tahun 2013 lalu, setelah melepas tembakan ke sebuah gedung apartemen setempat.
Dua pekan lalu, Tanis baru saja disidang atas tuduhan pemerkosaan tahun 2017. Beberapa waktu lalu, Tanis juga pernah ditangkap karena berupaya mencuri sebuah kendaraan, kemudian mengemudi di bawah pengaruh alkohol dan meludahi polisi.
Sebelumnya diberitakan bahwa ayah Tanis, Mehmet, memberikan komentar tegas atas aksi brutal putranya. Mehmet menegaskan bahwa putranya harus dihukum jika terbukti bersalah.
Laporan media menyebut keluarga Gokmen berasal dari Yozgat, Turki tengah. Mehmet menyebut dirinya kehilangan kontak dengan putranya setelah kembali ke Turki tahun 2008 usai bercerai dari istrinya.
Mantan istrinya tetap tinggal di Belanda bersama Tanis. Mehmet menuturkan dirinya telah menikah lagi dan kini bermukim di provinsi Kayseri, Turki tengah.
“Saya tak ada dialog, tak ada kontak dengan putra saya selama 11 tahun. Kami tak pernah berbicara satu sama lain sejak 2008. Dia tidak punya perilaku agresif — namun 11 tahun telah berlalu. Apa yang terjadi, apa yang telah dialaminya? Saya tidak tahu apa-apa,” ujar Mehmet kepada DHA.