Beritaenam.com, Jakarta – Pernyataan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie yang menolak peraturan daerah berbasis agama atau perda agama dianggap tidak memiliki unsur penodaan agama.
Hal ini disampaikan Pengamat Hukum Tata Negara Bivitri Susanti dalam diskusi Kampanye Nyinyir dan Gugat-Menggugat di Tahun Politik, di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Menurut Bivitri, pernyataan Grace tersebut tidak masuk dalam pasal 165 KUHP tentang penodaan agama.
“Saya lihat pidato dalam acara politik, sebenarnya (sikap PSI) tidak menyinggung agama, jadi istilah penodaan agama tidak juga. Saya melihatnya konteksnya lagi pidato dalam acara politik dan tidak singgung satu agama,” ujar Bivitri.
Bivitri kemudian mencontohkan dengan pernyataan Presiden RI Soekarno yang melontarkan kalimat Jas Merah (Jangan sekali-sekali melupakan sejarah). Ketika itu pidato yang disampaikan Soekarno memiliki pesan yang menggugah nasionalisne
“(Contohnya) berbicara jas merah, namanya pidato politik tidak bisa dijelaskan secara akademik dan prosedural,” kata dia.
Tak hanya itu, Bivitri menyebut pernyataan Grace tersebut lebih kepada janji politik yang tidak bisa dibawa ke ranah hukum.
“Silakan dia akan mendorong (perda syariah) atau tidak, tapi itu adalah sebuah janji politik, dan janji politik tidak dapat dibawa ke ranah pidana,” tutur Bivitri.
Lebih jauh Bivitri mengatakan, ia khawatir jika setiap pernyataan atau pidato politik dibawa ke ranah pidana akan menghilangkan kebebasan berpolitik.
“Kalau ini dibawa ke ranah pidana saya khawatir, lama – lama tidak jalan politik kita. Politik kita nantinya diisi pada photo – photo yang isinya pete dan tempe ,” tandasnya.