Sebagaimana diketahui, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan vonis penjara seumur hidup terhadap Direktur PT MI Joko Hartono Tirto, Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya periode 2008—2018 Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Harry Prasetyo, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan.
Beritaenam.com — Yenti Garnasih berbicara atas nama pakar hukum pidana dan tindak pidana pencucian uang.
Ia memuji Kejaksaan Agung (Kejagung) karena bekerja secara maraton dalam mengusut kasus korupsi pengelolaan dana investasi PT. Asuransi Jiwasraya (Persero).
Pakar hukum ini memperkirakan hakim pengadilan tinggi akan menguatkan vonis awal yang diberikan hakim pengadilan negeri dalam perkara banding terdakwa kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Menurut Yenti, surat edaran Mahkamah Agung (MA) menjadi acuan hakim dalam mengambil keputusan karena surat tersebut menekankan untuk mengurangi disparitas pemidanaan antara satu dan yang lain dalam perkara yang sama.
“Putusan banding kemungkinan memperkuat putusan pengadilan negeri,” katanya saat diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Ruang Anak Muda.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor itu berpandangan demikian karena vonis hakim PN yang dijatuhkan terhadap enam orang terdakwa kasus Jiwasraya telah memberi kredit poin tersendiri bagi lembaga peradilan yang tengah dirundung kemerosotan kepercayaan publik.
“Vonis penjara seumur hidup terhadap pelaku korupsi Jiwasraya, setidaknya telah membangun kembali kepercayaan publik pada lembaga peradilan,” kata Yenti.
Sebagaimana diketahui, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan vonis penjara seumur hidup terhadap Direktur PT MI Joko Hartono Tirto, Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya periode 2008—2018 Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Harry Prasetyo, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan.
Selain itu, hakim juga menjatuhkan vonis seumur hidup dan uang pengganti senilai Rp16 triliun terhadap Direktur Utama PT HI Benny Tjokrosaputro (Bentjok) dan Komisaris Utama PT TAM Heru Hidayat.
Pakar: Putusan banding akan kuatkan vonis terdakwa perkara Jiwasraya
Yenti Garnasih memuji Kejaksaan Agung (Kejagung) karena bekerja secara maraton dalam mengusut kasus korupsi pengelolaan dana investasi PT. Asuransi Jiwasraya (Persero).
Meski begitu, Yenti menilai Kejagung masih perlu melanjutkan koordinasi dengan kepolisian dalam perburuan aset-aset di luar negeri milik terpidana Benny Tjokrosaputro (Bentjok) dan Heru Hidayat.
Perburuan itu perlu dilakukan bukan hanya untuk dana pengganti, sebagaimana vonis pada pengadilan negeri, yakni senilai Rp16 triliun untuk kedua terpidana tersebut.
Namun, perburuan juga perlu sebagai upaya penelusuran apakah benar dugaan terpidana juga terlibat pada pembobolan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau PT Asabri (Persero).
“Sangat memungkinkan penegak hukum untuk melacak aset Bentjok dan Heru hingga ke luar negeri dalam hal kasus korupsi dan TPPU,” kata Yenti saat diskusi virtual yang diselenggarakan Ruang Anak Muda, Rabu (18/11/2020).
Apalagi, lanjut Yenti, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah melakukan kerja sama hampir ke seluruh negara untuk memudahkan pelacakan dana hasil korupsi.
Sehingga penegak hukum dapat menelusuri aliran dana dari tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang dilarikan ke luar negeri.
“Negara kita telah mengantisipasi untuk pelacakan aliran dana hingga ke luar negeri, PPATK telah melakukan kerja sama hampir ke seluruh negara di dunia,” kata dia.
Adapun besaran uang pengganti yang wajib dibayar Bentjok Rp6 triliun, sedangkan Heru Hidayat diwajibkan membayar uang pengganti Rp10 triliun.
Apabila dalam waktu satu bulan setelah perkara mendapat kekuatan hukum tetap (inkrah) terpidana tidak melakukan pembayaran, maka negara akan menyita harta benda terpidana secara paksa dan akan dilelang, untuk menutupi uang pengganti.