Jakarta – Rancangan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri) telah memicu polemik, terutama dengan adanya diksi “keamanan nasional” dalam Pasal 16B ayat 2 huruf (a) yang tersebar luas dalam draf. Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI), Rasminto, yang mengkhawatirkan penafsiran luas mengenai keamanan nasional dalam kewenangan Polri.
“Diksi ‘keamanan nasional’ mencakup ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya memang sangat luas. Ini dapat menyebabkan tumpang tindih fungsi dan kewenangan antara berbagai badan intelijen,” katanya.
Rasminto menambahkan, tumpang tindih ini bisa menimbulkan masalah koordinasi dan efektivitas penegakan hukum serta fungsi intelijen lintas lembaga. “Jika Polri memiliki kewenangan yang luas dalam hal ‘keamanan nasional’, ini bisa berbenturan dengan fungsi dan tugas yang sudah ada pada BIN, intelijen militer, Kejaksaan, dan lembaga lainnya,” tegasnya.
Ia juga menyoroti diksi pada pasal 16B mengenai “ancaman” yang dapat ditindak oleh Polri. Menurutnya, penafsiran dan tindakan terkait ancaman seharusnya tidak dilakukan sendiri oleh Polri. “Idealnya, penafsiran ini memerlukan asesmen terlebih dahulu oleh badan yang berwenang seperti Dewan Keamanan Nasional atau Dewan Ketahanan Nasional. Hal ini penting agar tidak terjadi bias atau penafsiran yang subjektif oleh satu lembaga saja,” jelasnya.
Rasminto menyarankan pentingnya koordinasi yang baik antara kementerian dan lembaga terkait untuk memastikan ancaman terhadap keamanan nasional ditangani secara efektif dan efisien. “Hal ini juga untuk menghindari duplikasi usaha dan konflik kewenangan. Dengan adanya koordinasi yang jelas dan pembagian kewenangan yang tegas, diharapkan fungsi intelijen kepolisian, BIN, intelijen militer, dan lainnya dapat berjalan harmonis dan efektif dalam menjaga keamanan nasional,” pesannya.
Ia pun berharap, RUU yang saat ini dikaji Presiden Jokowi dapat menampung berbagai respon agar tidak menuai polemik publik yang semakin meruncing di kemudian hari. “Saat ini saja sudah banyak para pakar menyampaikan keresahannya. Rakyat hanya berharap Presiden Jokowi jernih melihat respon publik ini agar konflik tidak meruncing pasca disahkan RUU ini,” harapnya.