Beritaenam.com, Jakarta – Permintaan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) untuk menggelar referendum melalui surat terbuka sudah sampai ke telinga Presiden Joko Widodo. Namun, Jokowi enggan menanggapi serius.
“Presiden sudah tahu tapi kita tidak terlalu ini. Karena kita enggak tahu siapa orangnya dan sekarang ini bisa siapa saja yang menulis,” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/12).
Dalam surat terbuka, TPNPB menegaskan bahwa rakyat Papua tidak membutuhkan infrastruktur. Mereka memastikan akan terus menabuh ‘genderang’ perang sampai referendum dilakukan.
Menurut Pramono, pembangunan infrastruktur di Papua sangat diperlukan untuk menciptakan kesejahteraan.
“Kalau demikian, katakanlah siapa pun yang mengatakan seperti itu, menyatakan tidak butuh rakyatnya disejahterakan, itu semakin menunjukkan mereka tidak ingin masyarakat Papua semakin sejahtera,” ucapnya.
Kelompok pemberontak Papua Barat yang membunuh belasan pekerja proyek di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua Barat, 2 Desember lalu menolak permintaan pemerintah Indonesia untuk menyerah. Mereka malah meminta digelar referendum untuk memutuskan masa depan.
Dilansir dari laman the Straits Times, Selasa (11/12), dalam video yang diunggah ke YouTube, juru bicara TPNPB, Sebby Sambom membacakan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo.
Dalam video itu Sebby menolak seruan pemerintah Indonesia supaya TPNPB menyerah. Dia meminta pemerintah memulai dialog dengan mereka.
Dalam video itu Sambom terlihat berdiri dengan latar belakang bendera Bintang Kejora, bendera Organisasi Papua Merdeka.
Sambom meminta kepada Presiden Jokowi untuk menggelar referendum bagi rakyat asli Papua untuk memutuskan apakah mereka tetap ingin bergabung dengan Indonesia.
“TPNPB tidak akan menyerah dalam kondisi apa pun sebelum kemerdekaan negara Papua terwujud dari penjajahan Indonesia,” kata Sambom.
“Pertempuran tidak akan berakhir sebelum permintaan TPNPB dipenuhi oleh pemerintah Indonesia.”
Selain itu, Sambom juga meminta larangan jurnalis asing meliput di Papua dicabut dan badan pengungsi PBB serta Palang Merah Internasional diizinkan masuk ke Papua untuk menolong warga sipil yang terjebak di tengah konflik.