beritaenam.com, Jakarta – Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin menyindir pidato ‘Indonesia Menang’ yang disampaikan capres Prabowo Subianto. Pidato Prabowo disebut paradoks.
“Tidak ada yang baru dari pidato visi-misi Prabowo malam ini. Dua jam membaca telepromter, hanya dipenuhi retorika tapi tetap klise, miskin gagasan segar,” ujar Jubir TKN, Ace Hasan Syadzily, Senin (14/1/2019).
Prabowo dalam pidato mengenai visi-misi Indonesia Menang sekitar 40 menit, disebut Ace, tetap mengandalkan strategi ‘our brand is crisis’ dengan menilai situasi negara saat ini di tengah krisis.
“Semua dilihat buruk, sengsara, tertinggal, terbelakang, dan tergantung. Dengan cara itu, Prabowo ingin tampil sebagai penyelamat,” sambungnya.
Tawaran program aksi Prabowo, yang berpasangan dengan cawapres Sandiaga Uno, menurut Ace, tidak ada yang baru. Sebagian besar diklaim TKN sudah dikerjakan pada masa pemerintahan Jokowi.
“Prabowo baru berjanji, Jokowi sudah memberikan bukti. Lima fokus dan agenda aksinya banyak menjiplak program Jokowi,” sambungnya.
Dalam pidato visi-misi, Prabowo disebut Ace menyampaikan kondisi soal harga bahan kebutuhan pokok, pembukaan lapangan kerja, penurunan angka kemiskinan dan ketimpangan, penguatan BUMN serta infrastruktur yang bermanfaat.
“Semua sudah dikerjakan oleh Pak Jokowi. Jadi tidak ada yang baru,” klaim Ace.
Padahal publik, sambung politikus Golkar ini, menunggu program berbeda dari yang sudah dikerjakan Jokowi. Tapi justru, menurut Ace, pernyataan Prabowo malah mempromosikan yang sudah dikerjakan Jokowi.
“Pidato ini juga menegaskan paradoks Prabowo. Berteriak menuduh terjadinya persekusi, tapi justru membiarkan kelompok pendukungnya sering melakukan persekusi. Berteriak minta pendukungnya tidak menghujat, mencemooh, tapi membiarkan setiap hari hoax dan fitnah ke Jokowi bertebaran,” imbuhnya.
Selain itu, Ace menyinggung soal pernyataan Prabowo yang seolah menyerang netralitas dan profesionalisme TNI dan Polri.
“Apakah ini semakin memperkuat indikasi bahwa Prabowo sedang ingin mendelegitimasi pemilu sebagai cara merespons kekalahan? Dengan mengangkat kecurangan dan ketidaknetralan KPU dan aparat keamanan. Hal ini jelas manuver yang berbahaya bagi jalannya proses demokrasi di negara kita,” tuturnya.