beritaenam.com, Jakarta – Penasihat hukum Jokowi-Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra menampik kesan bahwa pembebasan narapidana teroris Abu Bakar Baasyir adalah upaya meningkatkan elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01.
“Kita nggak berpikir soal elektabilitas, saya diberikan tugas oleh presiden kumpulkan data, amati, jalankan dan saya laporkan lagi ke presiden,” kata Yusril di Bogor, Jumat 18 Januari 2019.
Yusril juga menegaskan, upaya pembebasan Baasyir bahkan dilakukan sebelum masa kampanye. Namun, banyak persyaratan yang mesti dilalui sehingga proses tersebut baru bisa dilaksanakan pada bulan ini.
“Sudah beberapa kali upaya pembebasan beliau, bahkan sebelum masa kampanye, dan seharusnya bulan Desember lalu beliau ini bebas, tapi belum ada kesepakatan kendalanya memang berbagai peraturan, dan syarat,” kata Yusril.
Padahal, kata Yusril, pembebasan merupakan hak Baasyir mengingat usianya yang sudah menginjak 81 tahun, kondisi kesehatannya yang terus menurun serta ia telah menjalani 2/3 dari masa tahanannya.
“Pak Jokowi sudah tegaskan, kali ini pembebasan harus berhasil dan tanpa syarat, pertimbangannya hanya kemanusiaan,” kata Yusril.
Yusril menegaskan, pembebasan Baasyir ini merupakan pembebasan murni alias tanpa syarat dan tidak ada pengamanan-pengamanan khusus selama ia menghirup udara bebas.
“Layaknya orang bebas saja, ini bukan pembebasan bersyarat, sudah layak Baasyir bebas,” kata Yusril, seperti dilansir dari tempo.co
Yusril menambahkan, proses administrasi Abu Bakar Ba’asyir semestinya sudah dapat diproses pada hari Senin 21 Januari 2019, namun atas permintaan Ba’asyir, diperkirakan hari Kamis 24 Januari 2019, Ba’asyir bisa menhirup udara bebas dan menetap di Solo.
Abu Bakar Baasyir divonis 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada 2011 lalu.
Pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jateng itu, terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme.
Saat itu, persidangan digelar untuk dakwaan primer keterlibatan Ba’asyir dalam pelatihan militer di Janto, Aceh.
Laki-laki berusia sekitar 80 tahun itu telah menjalani hukuman kurang lebih 9 tahun di penjara. Awalnya, ia dibui di Nusakambangan.
Namun, karena kondisi kesehatan yang menurun, Abu Bakar Ba’asyir dipindahkan ke Lapas Gunung Sindur, Bogor, sejak 2016.