Beritaenam.com | Petugas Imigrasi Bandara Internasional Ngurah Rai berhasil menangkap LQ, buron internasional asal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Interpol. LQ diamankan pada Selasa, 1 Oktober 2024, di Bandara Internasional Ngurah Rai setelah terdeteksi cekal dan tertolak autogate dan menghindari pemeriksaan petugas.
Sebelumnya Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi menerima red notice dari Interpol pada 27 September 2024 untuk menangkap LQ (39th), buronan dalam kasus pidana di RRT. LQ diketahui secara ilegal mengumpulkan lebih dari CNY 100 miliar (atau sekitar Rp220 triliun) dari lebih dari 50.000 orang dengan janji palsu pembayaran pokok dan bunga dan pengembalian tahunan yang tinggi sebesar 6% hingga 10,1% sebagai umpan.
Berdasarkan informasi yang didapat, LQ masuk ke Indonesia menggunakan maskapai Singapore Arlines SQ0944 yang tiba pukul 19.00 pada (26/09) lalu. Tim kemudian melakukan penelusuran dan identifikasi para penumpang melalui teknologi facial recognition, yang kemudian membuahkan hasil dengan teridentifikasinya penumpang bernama JOE LIN yang masuk ke Indonesia menggunakan Paspor kebangsaan Turki nomor U23358200 yang identik dengan LQ. Ia kemudian dimasukkan ke dalam daftar cegah agar tidak bisa meninggalkan Indonesia
“Begitu kami dapati identitas LQ yang diberikan Pemerintah RRT identik dengan profil salah satu penumpang, JOE LIN, kami langsung masukkan dia ke dalam daftar cegah agar lebih mudah kami ringkus,” ujar Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim pada (10/10) di gedung Direktorat Jenderal Imigrasi.
Pada Selasa (1/10) JOE LIN yang menggunakan paspor Turki bermaksud melintas keluar Indonesia melalui autogate di Bandara Ngurah Rai, namun tertahan karena namanya telah masuk ke dalam Daftar Cegah Ditjen Imigrasi. Berdasarkan pemeriksaan, petugas memastikan bahwa JOE LIN dan LQ adalah orang yang sama yang masuk dalam DPO Interpol. Setelah diperiksa selama tiga hari di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, LQ akhirnya dipindahkan ke Direktorat Jenderal Imigrasi pada (04/10) untuk kemudian diserahkan kepada pihak interpol pada Kamis (10/10).
Silmy menyebutkan bahwa seluruh Tempat Pemeriksaan Imigrasi di Indonesia telah terintegrasi dengan Interpol Global Police Communication System (IGCS). IGCS merupakan jaringan komunikasi interpol yang beroperasi selama 24 jam dalam sehari dan tujuh hari sepekan. Demikian pula dengan autogate yang telah dioperasikan di sejumlah bandara dan pelabuhan utama di Indonesia. Pemeriksaan keimigrasian menggunakan autogate menggabungkan teknologi pengenalan wajah (face recognition) dan Border Control Management (BCM).
“Jadi meskipun autogate ini memudahkan pelintas karena hanya perlu lima belas detik untuk pemeriksaan keimigrasian, tidak berarti aspek keamanan dikesampingkan. Pelintas autogate juga diperiksa apakah dia masuk dalam daftar cekal, ataukah red notice interpol. Kalau mereka masuk dalam daftar tersebut, otomatis merah. Enggak bisa melintas. Ini terbukti dalam kasus LQ ini,” papar Silmy.
Silmy juga menegaskan bahwa Ditjen Imigrasi terus melakukan peningkatan sistem keamanan perlintasan agar pengawasan keimigrasian berjalan dengan semakin efektif dan efisien.
“Saya tegaskan sekali lagi. Indonesia bukan destinasi pelarian buron internasional. Kami akan terus bersinergi dengan aparat penegak hukum baik nasional maupun internasional untuk memastikan hal tersebut,” tutup Silmy Karim.