Beritaenam.com | Kementerian Agama (Kemenag) RI memastikan akan kembali menerapkan kebijakan murur dan tanazul pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1446 H/2025 M. Kebijakan ini dianggap sebagai solusi atas kepadatan yang terjadi saat puncak haji, terutama di dua lokasi utama, yakni Muzdalifah dan Mina.
“Kami akan memberlakukan kembali program murur dengan jumlah yang lebih besar pada tahun 2025,” ujar Arsad, Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri, dalam acara Jamarah (Jagong Masalah Haji dan Umrah) yang diadakan oleh Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur
Program Murur Diperluas
Murur adalah kebijakan yang memungkinkan jemaah melintas di Muzdalifah tanpa bermalam. Pada tahun 2025, jumlah jemaah yang mengikuti program ini diperkirakan akan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
“Pemerintah Saudi awalnya mengusulkan agar 50% dari seluruh jemaah haji Indonesia, atau sekitar 120.000 orang, mengikuti program murur. Namun, kami perlu waktu untuk mendiskusikan kriteria jemaah yang berhak mengikuti program ini,” jelas Arsad.
Pada tahun sebelumnya, kebijakan murur diterapkan kepada jemaah yang termasuk kategori lanjut usia (lansia), berisiko tinggi (risti), pengguna kursi roda, serta pendamping mereka. Kebijakan ini mendapatkan persetujuan dari ulama dan organisasi keagamaan besar seperti PBNU, PP Muhammadiyah, dan Persis.
“Jemaah yang fisiknya lebih kuat juga diperlukan untuk membantu mobilisasi jemaah yang mengikuti program murur,” tambah Arsad.
Kebijakan Tanazul di Mina
Sementara itu, kepadatan di Mina masih menjadi tantangan besar. Dengan kuota normal sebanyak 221.000 jemaah haji asal Indonesia, luas area di Mina hanya menyediakan ruang sekitar 0,8 meter persegi per orang. Kondisi ini memaksa Kemenag untuk menerapkan kebijakan tanazul, di mana sebagian jemaah tidak bermalam di Mina, tetapi langsung kembali ke hotel.
“Kami akan menerapkan tanazul bagi jemaah yang tinggal di wilayah Raudhah dan Syisyah. Mereka tidak menginap di tenda Mina, melainkan langsung pulang ke hotel,” ungkap Arsad.
Kebijakan ini dinilai penting untuk menjaga kenyamanan dan keselamatan jemaah selama pelaksanaan ibadah haji. Kemenag berharap data jumlah jemaah yang mengikuti program tanazul dapat segera dikumpulkan untuk keperluan kontrak layanan dengan pihak Arab Saudi, termasuk terkait pengadaan makan dan kebutuhan konsumsi di hotel bagi jemaah yang tanazul.
“Data ini harus terkumpul pada Februari, karena tanggal 25 Februari adalah tenggat akhir untuk kontrak layanan dengan pihak Arab Saudi,” pungkas Arsad.
Dengan diterapkannya kebijakan murur dan tanazul, diharapkan pelaksanaan ibadah haji 2025 dapat berjalan lebih lancar dan tertib, serta mampu mengurangi kepadatan di lokasi-lokasi krusial seperti Muzdalifah dan Mina.