Beritaenam.com, Jayapura – Penembakan dan pembunuhan massal para pekerja pembangunan Trans Papua di Kabupaten Nduga mendapatkan perhatian serius dari Komnas HAM karena merupakan pelanggaran HAM serius.
Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua, Frits B Ramandey, menilai peristiwa penembakan Nduga dilakukan oleh kelompok sipil bersenjata, dan merupakan perbuatan kriminal.
“Nah, terkait dengan peristiwa ini, maka tidak ada pilihan lain kecuali tindakan kelompok kriminal bersenjata itu, dengan akibat dari tindakan mereka ini terjadi pelanggaran HAM yang serius,” katanya, di Kota Jayapura, Papua, Selasa (4/12/2018) malam.
Menurut dia, harus ada upaya pemulihan dari tindakan tersebut sekaligus mengesahkan tindakan dari aparat keamanan untuk harus segera hadir di Nduga guna melakukan tindakan penegakan hukum.
Kenapa tindakan penegakan hukum harus dilakukan. Menurutnya, pertama, dalam mencari dan menangkap pelaku dan siapa aktorynya.
Yang kedua, adalah memastikan masyarakat di Distrik Yall dan distrik lainnya terhindar dari intimidasi yang berkepanjangan, katanya lagi.
Apalagi, ujarnya pula, jika berkaca dari kasus sebulan lalu, ada pekerja kemanusiaan, yakni para guru diintimidasi dan diperkosa serta kini kabar yang terbaru adalah pembantaian massal kepada para pekerja.
“Jadi, ada dua unsur yang terpenuhi di sana, pertama mengacu pada UU 39 Tahun 1999 tentang HAM, pasal 1 ayat 6 bahwa perbuatan seseorang atau sekolompok orang yang mengakibatkan hilang nyawa seseorang adalah perbuatan pelanggaran HAM,” katanya seperti dilansir dari Antara.
Kedua, lanjut mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jayapura itu, akibat dari tindakan tersebut, berujung terhambat pelayanan publik dalam rangka pemenuhan ekonomis sosial dan budaya (ekosob) masyarakat di Distrik Yall dan lainnya di Nduga.
“Karena para pekerja itu sedang mengerjakan jalan dan jembatan yang sangat penting untuk mobilisasi dan menjawab kebutuhan warga di Nduga. Jadi, kehadiran aparat keamanan di sana merupakan representasi kehadiran negara,” katanya lagi.