Kepala Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Agus Eko Nugroho memperkirakan perekonomian Indonesia 2021 akan lebih baik jika ketersediaan vaksin terpenuhi dan pengendalian penularan COVID-19 terus dilakukan.
“Perekonomian 2021 tampaknya akan lebih baik, jika syarat ketersediaan vaksin terpenuhi dan upaya perataan kurva penularan COVID-19 terus dilakukan,” kata Agus dalam “Media Briefing Outlook Perekonomian 2021: Upaya Mempercepat Pemulihan Ekonomi di Tengah Pandemi secara virtual, Jakarta, Kamis.
Menurut Agus, ketersediaan vaksin bisa membantu pemulihan ekonomi, meski tidak serta merta menyelesaikan persoalan karena perekonomian Indonesia tetap dibayangi oleh sejumlah problem.
Beberapa persoalan klasik yang hingga kini belum terselesaikan dalam sektor ekonomi Indonesia yaitu ketahanan pangan, perdagangan internasional serta pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
“Vaksin dianggap mampu membantu pemulihan kondisi psikologis masyarakat sehingga terbentuk ekspektasi rasional yang lebih positif imbas kondisi ketidakpastian yang menurun,” ujarnya.
Diagnosa sektoral yang dilakukan Pusat Penelitian Ekonomi LIPI atas Produk Domestik Bruto (PDB) 2020 menunjukkan bahwa selama pandemi, beberapa sektor seperti perdagangan besar dan eceran, transportasi pergudangan, dan penyediaan akomodasi makanan/minuman mengalami kontraksi.
Selain itu, industri manufaktur dan UMKM menjadi entitas yang mengalami goncangan terberat selama masa pandemi seiring dengan berkurangnya permintaan masyarakat.
Agus juga mengapresiasi upaya pemerintah dalam mengandalkan kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan serta pemberian stimulus ekonomi untuk mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga dan mencegah terjadinya lonjakan pengangguran.
“Sayangnya, kedua upaya tersebut belum membuahkan hasil yang menggembirakan,” tutur Agus.
Meskipun demikian, terdapat sedikit harapan bahwa terjadi perbaikan ekonomi pada triwulan IV-2020, sehingga angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 dapat mendekati zona positif.
Dalam kesempatan ini, Pusat Penelitian Ekonomi LIPI juga mencatat terjadinya lonjakan tabungan individu pada triwulan III-2020 yang memperkuat simpanan di perbankan.
Lonjakan itu menunjukkan sektor rumah tangga terutama mereka yang berpenghasilan menengah atas, lebih memilih menabung daripada berbelanja sebagai imbas risiko ketidakpastian yang cenderung meningkat.
Secara historis, LIPI mencatat profil ekonomi Indonesia sejak 1960 memperlihatkan adanya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pernah mengalami tiga kali terkontraksi atau pertumbuhan negatif yakni pada periode 1962-1963, 1997-1998, dan 2020.
Bahkan, seusai krisis keuangan Asia pada 1997, Indonesia memerlukan waktu empat tahun untuk kembali ke besaran PDB sebelum terjadinya krisis finansial.
Pengalaman krisis tersebut juga menunjukkan bahwa hanya kontribusi tenaga kerja dan produktivitas yang mampu mengalami pertumbuhan positif selama periode pemulihan pasca krisis ekonomi.
“Tidak seperti krisis-krisis sebelumnya, resesi ekonomi kali ini hampir melumpuhkan seluruh aktivitas perekonomian, baik dari sisi penawaran maupun dari sisi permintaan. Pukulan yang amat berat bagi perekonomian Indonesia terjadi pada triwulan II dan III-2020,” ujar Agus.
Dalam kesempatan yang sama, LIPI ikut mengingatkan perlunya optimalisasi peran perdagangan antar pulau atau daerah dan mendorong konsistensi program hilirisasi sumber daya alam guna memperkuat posisi Indonesia dalam rantai nilai global.
Selain itu, penguatan inovasi industri manufaktur dan UMKM berbasis teknologi digital serta tata kelola bantuan sosial (bansos) maupun ketersediaan dan diversifikasi pangan, terutama pangan lokal, juga diperlukan untuk menjaga ketahanan ekonomi selama pandemi.