beritaenam.com, Jakarta – Kasus kebohongan Ratna Sarumpaet dinilai tidak memberi contoh yang baik bagi kaum perempuan. Apalagi Ratna adalah seorang aktivis.
“Beliau seorang perempuan dan aktivis. Sangat memalukan beliau berbohong,” kata Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Irine Gayatri di Harris Suites FX, Jakarta Selatan, Junat 12 April 2019.
Dia menyebut kasus Ratna tidak memberi contoh yang baik bagi masyarakat. Begitu juga partai politik, kata Irine, seharusnya tidak boleh menggunakan cara seperti itu untuk mengerek elektabilitas.
Pengurus Pusat Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia itu mempertanyakan tanggung jawab partai politik untuk memberi pendidikan politik yang baik dan benar. Irine juga menyebut hal ini kemunduran peran perempuan dalam berdemokrasi.
“Ini kemunduran. 100 persen wanita tidak mau dijadikan alat kebohongan,” pungkasnya, seperti dikutip dari medcom.id
Kasus hoaks Ratna bermula dari foto lebam wajahnya yang beredar di media sosial. Sejumlah tokoh mengatakan Ratna dipukuli orang tak di kenal di Bandung, Jawa Barat. Ratna kemudian mengakui kabar itu tak benar. Mukanya lebam karena menjalani operasi plastik.
Ratna ditahan setelah ditangkap di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis, 4 Oktober 2018 malam. Saat itu, Ratna hendak terbang ke Chile.
Akibat perbuatannya, Ratna didakwa melanggar Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dia pun pasrah dengan putusan kasus dugaan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Mereka menolak nota keberatan atau eksepsi Ratna.
“Ikhlas sama negeri Sayalah. Kalau mau dibilang hati saya menerima, ya enggak. Tapi kan yang punya palu bukan saya,” kata Ratna usai persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa, 19 Maret 2019.
Majelis hakim menilai surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) telah menguraikan perbuatan Ratna, waktu, dan tempat secara lengkap.
Dakwaan telah dinyatakan secara cermat dan jelas, sehingga harus dilakukan pemeriksaan dalam pokok perkara.
“Menyatakan surat dakwaan penuntut umum tanggal 21 Februari 2019 sudah disusun cermat jelas, lengkap, dan dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara ini lebih lanjut. Menyatakan sidang perkara pidana terdakwa Ratna Sarumpaet dilanjutkan,” ujar Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan, Joni.