Beritaenam.com | Benny Soebardja adalah salah satu musisi rock legendaris Tanah Air yang bisa dibilang underrated. Kehadirannya nyaris tersamarkan ingar-bingar band rock populer era 70-an lainnya macam God Bless, The Rollies atau AKA.
Padahal tidak dapat dipungkiri, sepak terjang Benny di masa itu tergolong sangat berani melawan arus tren. Pionir sebagai musisi independen yang menciptakan dan memainkan lagu karya sendiri. Berbeda dibanding band-band lain yang kebanyakan cenderung meng-cover lagu-lagu tenar mancanegara.
Lewat Shark Move, band yang dibentuknya di Bandung, Jawa Barat pada 1970, Benny dan personel lainnya menyalurkan kreativitas musikalnya dengan merangkai sebuah album rekaman bermuatan lagu-lagu karya orisinalnya sendiri.
Shark Move yang digerakkan formasi Benny (vokal/gitar), Soman Loebis (keyboard/piano), Janto Diablo (flute/bass), Sammy Zakaria (dram) dan Bhagu Ramchand (vokal/promosi) merekam album pertamanya (sekaligus yang terakhir), “Ghede Chokra’s” pada 2 Januari 1970, di Musica’s Studio. Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, judul album itu berarti ‘Great Session’.
Nah, salah satu komposisi lagu karya Benny Soebardja di album yang dirilis pada 1973 itu, berjudul “My Life”, menjadi salah satu daya tariknya. Berdurasi hampir 9 menit, dan sarat bauran nuansa psychedelic dan progressive rock. Atau kerap pula disebut ‘art rock’ pada jaman itu.
Nyawa Baru “My Life”
Kini, fast-forward ke lebih dari setengah abad kemudian, tepatnya tahun ini, “My Life” dihidupkan lagi oleh gitaris dan music director Dewa Budjana. Versi kali ini menampilkan duet Benny Soebardja dan Andy /rif di lini vokal, dan disuguhkan lewat racikan aransemen berelemen acoustic strings quartet. Lebih fresh dan kekinian.
Ihwal ide mendaur ulang “My Life” sendiri berawal saat Budjana, dramer Budhy Haryono dan Irvan Temons (The Temon’s Berkesenian) menghadiri acara peluncuran piringan hitam (vinyl) Benny Soebardja di helatan Record Store Day Indonesia, di Senayan Park (Spark), Jakarta pada April 2024 lalu.
Secara spontan, ketiganya berucap; ‘Yuk bikin album tribute Benny Soebardja!’. “Memang awalnya akan bikin album dengan aransemen baru dan (berkolaborasi) dengan beberapa aranjer. Kami memilih Budhy Haryono sebagai koordinator ke musisi-musisi (pendukung)-nya,” ujar Budjana mengungkap latar belakang idenya.
Kendati demikian, sejauh ini, untuk sementara proyek ini baru dimulai dengan peluncuran single “My Life”, lantaran masih terbentur sejumlah kendala.
Bagi Dewa Budjana, salah satu alasan untuk membuat proyek tribute ini karena memang sejak masih duduk di bangku SD, ia sudah menggemari karya-karya Benny Sorbardja. Bukan hanya di Shark Move, namun juga di Giant Step, band Benny berikutnya.
“Aku nonton band pertama ketika kelas 5 SD, kebetulan lagi liburan ke Surabaya, ya Giant Step ini. Dan sejak itu jadi penggemar mereka. Kebetulan kakak pertamaku kuliah di Bandung, dan hobi bawa pulang ke Bali kaset-kaset Giant Step, Shark Move, Harry Roesli…. Jadi aku sangat tahu dan hafal tentang Giant Step. ‘My Life’ adalah lagu masa kecilku,” tutur Budjana mengenang.
String Quartet
Setelah termuat di album “Ghede Chokra’s”, oleh Benny Soebardja, lagu “My Life” kembali disusupkan di album debut Giant Step pada 1975, menghadirkan aransemen yang lebih mengarah ke format rock bersama kibordis Deddy Dores (God Bless), bassis Adhy Haryadi (Menstrel’s), dramer Janto Soedjono dan gitaris Albert Warnerin. Dua nama terakhir ini diimpor dari band Philoshopy Gang of Harry Roesli.
Dan di mata Dewa Budjana, sosok Benny Soebardja adalah musisi yang sangat berpengaruh di ranah rock yang orisinal saat itu. “Beliau kreatif dan produktif dengan pilihan musik yang beda dibanding band pada umumnya yang ada saat itu, dan vokal Benny Soebardja (juga) sangat bagus untuk lagu pop.”
Terbukti, Benny Soebardja pernah mencetak kesuksesan saat menyanyikan lagu pop berjudul “Apatis”, yang termuat di album kompilasi “Lomba Cipta Lagu Remaja 1978”.
Kembali ke “My Life” versi baru, Dewa Budjana mengarahkan aransemennya ke format akustik yang dipadukan alunan string quartet. Ia beralasan agar “My Life” bisa ditampilkan berbeda dibanding format aslinya.
“Lagipula mereka juga belum pernah bikin format ini,” cetus Budjana lagi, menegaskan.
Untuk pengerjaan artwork sampul “My Life”, dipercayakan kepada Rama Nalendra, yang tak lain adalah putra kandung Benny Soebardja, yang selama ini kerap merilis ulang katalog karya-karya rekaman sang ayah via label Rockpod Records***