Beritaenam.com, Jakarta – Pemerintah sejogyanya tak hanya konsen terhadap kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) saja. Tapi, juga pencemaran lingkungan akibat limbah bahan berbahaya beracun (B3). Bahkan, Gerakan Rakyat Pembela Tanah Air (GERAPANA) Pusat mendesak Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Polri untuk menindak perusahaan pencemar lingkungan.
“Kahurtla perlu diatasi. Soal limbah B3 juga urgent sekali. Karena terkait dengan kesehatan masyarakat,” tegas DR Ajat Sudrajat, pemerhati lingkungan hidup kepada wartawan di Jakarta, Minggu (29/9/2019).
Menurut Ajat, untuk penanganan soal limbah B3 ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) harus melakukan penegakkan hukum (Gakkum) bersama aparat Kepolisian.
“Perusahaan pencemar limbah B3, wajib ditindak tegas,” kata pengamat lingkungan hidup dan dosen ilmu kesehatan masyarakat Unmuh Bogor.
Pelanggaran limbah B3 dari aki bekas ini marak terjadi di daerah Tangerang, Bogor dan Cirebon. Pekan lalu, perihal ini dibahas dalam simposium nasional di Universitas Tarumanegara Jakarta.
DR Kurtubi sangat prihatin adanya pengolah aki bekas yang tidak berijin UKL-IPL. “Ditjen Gakkum LHK harus tegas menjerat dan menjatuhkan hukuman. Karena ini termasuk pelanggaran tindak pidana,” kata ahli mineral yang juga anggota Komisi VII DPR sebagai salah satu naras sumber simposium itu.
Pemerintah telah mengatur Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kenyataan masih saja ada perusahaan yanh dengan sengaja melanggarnya.
Seperti yang dilakukan PT Non Ferindo Utama (NFU) pabrik timah hitam dari aki bekas. Pabrik NFU yang pusatnya di Tangerang itu, Agustus lalu oleh Ditpiter Mabes Polri ditetapkan menjadi tersangka berdasarkan LP/A/0680/VIII/2019/Bareskrim. Karena melanggar tindak pidana UU 32/2009.
Lantaran gudang cabang NFU di Cirebon tidak memiliki ijin UKL-IPL serta Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah B3.
Selain melanggar UU nomor 32/2009, PT NFU juga menyalahi PP nomor 01/2009 serta Kepbapedal nomor 1/Bapedal/09/2015 tentang tata cara dan persyaratan teknis penyimpanan limbah bahan berbahaya beracun (B3).
NFU adalah perusahaan pemasok utama timah hitam ke produsen aki di Indonesia selama bertahun-tahun diantaranya PT. GS abattery, PT Century Battery Indonesia, PT Yuasa Battery Indonesia dan Battery Perkasa.
Untuk diketahui PT. GS Battery dan PT Century Battery Indonesia adalah perusahaan patungan GS Yuasa Corporation Japan dengan PT Astra Internasional Tbk menguasai pasar domestik terbesar di Indonesia.
Selain itu, Wakil Ketua Bidang Hubungan antar Lembaga, LSM Gerakan Rakyat Pembela Tanah Air (GERAPANA) Pusat, Ferry Is Mirza berharap aparat polisi, Ditjen Hukum LHK RI melakukan penegakkan hukum terhadap PT. NFU karena termasuk kejahatan korporasi yang sangat serius.
Sebagai produsen aki terbesar, PT Astra Internasional Tbk wajib bertanggungjawab dan ikut melestarikan lingkungan hidup. Dengan jalan menghentikan dan memutus kerjasama dengan PT NFU. Sebagai langkah tepat untuk mewujudkan keedulian Astra Internasional mendukung dan patuh terhadap undang-undang peraturan Lingkungan Hidup yang berlaku di Indonesia.
“Bila melanggar ijin apalagi UU, harus dijatuhkan hukuman. Tidak boleh dibiarkan,” ujar Ferry kepada pers di Jakarta, Minggu (29/9/2019).
Selain itu, Ferry mendesak Ditjen Gakkum LHK segera menindak dan mengawasi ilegal semelter (pengumpul dan pengelola) aki bekas. Karena dampak buruk adanya usaha ilegal ini merusak lingkungan hidup masyarakat. (etw)