beritaenam.com, Jakarta – Guru mestinya jadi sosok yang patut digugu dan ditiru. Namun, perbuatan tercela justru dilakukan seorang guru dari Cilegon, Banten
MIK (38) yang merupakan guru di SMP Yayasan Pendidikan Warga Krakatau Steel (YPWKS), Kota Cilegon, malah menyebarkan hoax. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus penyebaran hoax 7 kontainer surat suara tercoblos.
“Daripada pelaku ini dikenakan Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 185 ayat 2 UU ITE juga kita sangkakan Pasal 14 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Jumat (11/1/2019).
MIK mengaku membuat sendiri posting-an di akun Twitter soal hoax 7 kontainer surat suara tercoblos. Screenshot posting-an di Twitter menjadi barang bukti polisi.
NIK ditangkap sekitar pukul 22.30 WIB, pada 6 Januari. Tersangka sempat terlacak di Majalengka, tapi akhirnya ditangkap di rumahnya di Cilegon.
“Dari hasil pemeriksaan, yang bersangkutan membuat narasi kalimat posting-an di akun tersebut, dibuat sendiri yang bersangkutan dengan maksud memberi tahu tim paslon 02 tentang informasi tersebut,” kata Argo.
Status tersangka penyebar hoax tak hanya disandang MIK. Sebelumnya, pengajar di Sumatera Utara yakni Himma Dewiyana Lubis juga menyandang status yang sama.
Himma ditetapkan sebagai tersangka penyebar hoax dan kebencian, yaitu bom Surabaya sebagai pengalihan isu terkait pilpres.
Hoax itu ia tulis di akun Facebook-nya. Melalui handphone, ia menulis ujaran kebencian di rumahnya di Jalan Melinjo, LK VIII Komplek Johor Permai, Gedung Johor, Medan Johor, Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), pada Mei 2018.
Sekitar pukul 15.00 WIB, ia menulis status Facebook yang mengomentari kasus bom Surabaya, yaitu:
Skenario pengalihan yang sempurna
#2019GantiPresiden.
Padahal bom Surabaya dilakukan teroris yang menyebabkan sedikitnya 25 orang tewas. Alih-alih memberikan simpati dan empati kepada para korban, ia malah menuding bom itu bagian dari setting pengalihan isu politik.
“Saya sangat menyesal, saya hanya mengkopi status orang lain dan menyebarkan kembali. Saya salah dan sangat menyesal,” ujar Himma sambil menangis saat ditangkap aparat dari Polda Sumut.
Himma sempat ditahan penyidik di Polda Sumut pada 20 Mei 2018 hingga 8 Juni 2018. Setelah itu, penahanannya ditangguhkan. Pada Rabu, 9 Januari 2019, Himma mulai diadili di PN Medan.
“Perbuatan terdakwa diatur dan diancam Pidana melanggar Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) UU RI No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang ITE,” dakwa jaksa Tiorida Juliana Hutagaol.